Minggu, 30 September 2012

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Semakin berkembangnya dunia industri di dunia, telah mendorong para pekerja untuk bekerja lebih giat sesuai dengan kebutuhan pasar. Namun hal itu tidak jarang menyebabkan pekerja menjadi cidera. Cidera yang terjadi di lapangan sangat beragam, dari cidera otot sampai yang menghasilkan korban jiwa. Dengan terganggunya perkembangan manusia sebagai salah satu modal utama pembangunan, maka negara-negara berkembang pada saat itu mulai peduli tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan pekerja di negaranya tersebut.
Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi, dan gangguan produksi. Pada tahun 2007 menurut jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan mengakibatkan 1.451  orang meninggal, 5.326 orang tecacat tetap dan 58.697 orang cedera.
Data kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seleruh pekerja di indonesia. Dengan demikian, angka kecelakaan mencapai 930 kejadian untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu jumlah kecelakaan keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Bahkan menurut penelitian World economic Forum tahun 2006, angka kematian akibat kecelakaan di indonesia mencapai mencapai 17-18 untuk setiap 100.000 pekerja.
Data yang didapat dari Jamsostek, angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu mencapai, 99.491 kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sebut saja, tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Dari 99.491 kasus kecelakaan yang terjadi, kecelakaan lalu lintas mendominasi dengan 40 persen kasus.
Audit  keselamatan  dan  kesehatan  kerja  diartikan  sebagai  sistem  pengujian terhadap kegiatan operasi yang dilakukan secara kritis dan sistematis untuk menentikan  kelemahan  unsur  sistem  (manusia,sarana,lingkungan  kerja  dan  perangkat  lunak),  sehingga  dapat  dilakukan  langkah  perbaikan  sebelum  timbul  timbul  kecelakaan  dan  kerugian.Unit  P2K3  merupakan  badan  penasehat  bagi  pimpinan  perusahaan  dibidang  Keselamatan  dan  kesehatan kerja  (K3)  memberikan  penerangan  kepada  tenaga  kerja  mengenai  segala upaya  pencegahan  kecelakaan  ditempat  kerja  dengan  mengadakan  safety day  untuk  sosialisasi  pelaksanaan  K3  dan  demo  pemakaian  APD  (Alat Pelindung diri). dari hasil survey awal yang telah dilakukan, secara deskriptif menunjukkan  bahwa  hasil  audit  yang  diperoleh  setiap  bulannya  yang dilaksanakan  setiap  tanggal  10  disebabkan  belum  seluruh  tenaga  kerja menyadari  pentingnya  mematuhi  dan  melaksanakan  prosedur  K3 diperusahaan.
Kebakaran yang besar menimbulkan kerugian jiwa dan materi bagi korbannya sehingga kebakaran ini perluupaya pencagahan dan penanggulangan yang efektif.Kebakaran merupakan kejadian yang tidak diinginkan bagi setiap orang danmerupakan kecelakaan yang berakibat fatal. Kebakaran ini dapat mengakibatkan suatukerugian yang sangat besar baik kerugian materiil maupun kerugian immateriil. Sebagaicontoh kerugian nyawa, harta, dan terhentinya proses atau jalannya suatu produksi/aktivitas, jika tidak ditangani dengan segera, maka akan berdampak bagi penghuninya. Jika terjadi kebakaran orang-orang akan sibuk sendiri, mereka lebihmengutamakan menyelamatkan barang-barang pribadi daripada menghentikan sumber  bahaya terjadinya kebakaran, hal ini sangat disayangkan karena dengan keadaan yangseperti ini maka terjadinya kebakaran akan bertambah besar.
Dalam rangka perlindungan k3, perlu adanya jaminan penyediaan alat pelindung diri yang memenuhi syarat dan pemakaian yang efektif; meningkatnya jenis alat pelindung diri yang beredar, dan mengantisipasi munculnya permasalahan antara pengusaha dan pekerja mengenai alat pelindung diri di tempat kerja
B.  Rumusan Masalah
1.    pengertian,ruang lingkup dan manfaat keselamataan kecelakaan kerja
2.    teori penyebab kecelakaan dan konsep pencegahan
3.    Kecelakaan dan keselamatan kerja
4.    Anlisis statistic kecelakaan kerja
5.    audit Keselamatan Kecelakaan Kerja
6.    kebijkaan perundang-undangan Keselamatan Kecelakaan Kerja
7.    pencegahan kebakaran di tmpat kerja
8.    APD(Alat pelindung Diri)
9.    panitia pembina Keselamatan Kecelakaan Kerja
10.     manajemen risiko di tmpat kerja

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian,ruang lingkup dan manfaat keselamataan kecelakaan kerja
2.    Untuk mengetahui teori penyebab kecelakaan dan konsep pencegahan
3.    Untuk mengetahui Kecelakaan dan keselamatan kerja
4.    Untuk mengetahui Analisis statistic kecelakaan kerja
5.    Untuk mengetahui audit Keselamatan Kecelakaan Kerja
6.    Untuk mengetahui kebijkaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7.    Untuk mengetahui pencegahan kebakaran di tmpat kerja
8.    Untuk mengetahui APD (Alat pelindung Diri)
9.    Untuk mengetahui panitia pembina Keselamatan Kecelakaan Kerja
10.     Untuk mengetahui manajemen risiko di tempat kerja


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.    Sejak tahun 1950 ILO ( International Labour Organization ) dan WHO ( World Health Organization ) telah menetapkan definisi umum dari kesehatan kerja, yaitu: Kesehatan kerja harus mencapai peningkatan dan perawatan paling tinggi di bidang fisik, sosial sebagai seorang pekerja di bidang pekerjaan apapun; pencegahan bagi setiap pekerja atas pengurangan kesehatan karena kondisi kerja mereka, perlindungan bagi pekerja untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan mereka; penempatan dan perawatan bagi pekerja di lingkungan kerja sesuai dengan kemapuan fisik dan psikologi dari pekerja dan meringkas adaptasi dari setiap pekerja ke pekerjaannya masing-masing.
2.    Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
3.    Pengertian K3 menurut  ILO/WHO Joint safety and Health Committee, yaitu :
a.    Promosi dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
b.    Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka.
c.    Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
d.   Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

B.  Ruang lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.       Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
b.      Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1.      Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2.      Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3.      Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4.      Proses produksi
5.      Karakteristik dan sifat pekerjaan
6.      Teknologi dan metodologi kerja
c.       Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maujupun jasa.
d.      Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

C.  Tujuan K3 dari K3 yaitu
1.    Memelihara & meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan
2.    Mencegah timbulnya gangguan Kesehatan Kerja yg disebabkan oleh lingkungan kerja
3.    Memberikan perlindungan bagi pekerja dari bahaya yg dapat membahayakan Kesehatan
4.    Menempatkan & memelihara kesehatan pekerja di suatu lingk. Kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik & psikis pekerja Kerja.

BAB III
TEORI PENYEBAB KECELAKAAN DAN KONSEP PENCEGAHAN

A.      Pengertian
K3  merupakan cara pencegahan kepada pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja, yang dapat mengakibatkan kesakitan, cacat, atau bahkan meninggal, sehingga terjadinya kerugian financial baik secara langsung maupun tidak langsung serta menurunkan produktivitas pekerjaan.
Keselamatan kerja adalah kemerdekaan atas resiko celaka serta terhindar dari bencana, aman sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu apapun, sehat, tidak mendapat gangguan, kerusakan yang berkaitan dengan mesin-mesin, peralatan kerja, cara kerja, dan kondisi dalam melakukan pekerjaan.

B.       Pengertian Kecelakaan Kerja
Adapun beberapa defenisi kecelakaan yaitu :
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
1.    Kejadian yang tak terduga dan tidak Diharapkan. Tak Diduga Karena dibelakang kejadian tidak ada unsur Kesengajaan Tak Diharapkan Karena Kecelakaan Disertai kerugian Material dan Penderitaan
2.    Suatu kejadian yang Tak dinginkan yg mengakibatkan bahaya bagi manusia, kerusakan  terhadap materi atau kerugian pada proses. Kecelakaan Merupakan Hasil Kontak dgn Sumber Energi (Kimia, Thermal, Mekanis, elektris, Melewati NAB, Daya tahan tubuh/Struktur.
3.    Kejadian yg tidak diduga sebelumnya atau peristiwa mendadak yg menimbulkan luka tubuh &/kerusakan barang” Kecelakaan yang terjadi selama bekerja atau dalam melakukan proses pekerjaan. Contoh: dalam perjalanan menuju tempat kerja, kejatuhan besi dari atap pabrik sehingga memar otak.

C.  Tujuan Keselamatan dan Kecelakaan Kerja
K3 bertujuan untuk :
1.        melindungi pekerja dan orang lain ditempat kerja,
2.        menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efesien,
3.        menjamin proses produksi berjalan lancar,
4.        menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat,
5.        mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakin akibat bekerja.
D.  Penyebab Kecelakaan Kerja
Faktor penyebab Kecelakaan Kerja dikemukan oleh H.W. Heinrich (1930) dengan teori dominonya yang menggolongkan atas:
1.    Tindakan yang tidak aman dari manusia (usafe act)
Contoh: tidak memakai alat pelindung diri padahal telah disediakan oleh perusahaan
2.    Kondisi yang tidak aman(usafe condition ) kondisi lingkungan kerja baik alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan.
Contoh: lingkungan kerja yang bising sehingga menyebabkan penurunan pendengaran.
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).
a.    Penyebab Dasar
1)   Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
a)    kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b)   kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c)    Stress
d)   motivasi yang tidak cukup/salah

2)   Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
a)    tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
b)   tidak cukup rekayasa (engineering)
c)    tidak cukup pembelian/pengadaan barang
d)   tidak cukup perawatan (maintenance)
e)    tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
f)    tidak cukup standard-standard kerja
g)   penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak   standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a)      Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
b)      Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c)      Terlalu sesak/sempit
d)     Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
e)      Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f)       Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
g)      Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h)      Bising
i)        Paparan radiasi
j)        Ventilasi dan penerangan yang kurang

2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
3. Data-data tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. "Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja," ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
E.  Pencegahan Kecelakaan Kerja
1.    Bekerja serius
2.    Berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan
3.    Mengikuti prosedur kerja
4.    Menggunakan alat pelindung diri
5.    Menjaga kebersihan tempat kerja
6.    Mengutamakan keselamatan dalam bekerja
Tanpa kita sadari banyak sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja. Apabila dalam kondisi darurat seorang pekerja secara alamiah harus melakukan tindakan yang dapat meringankan situasi darurat














BAB IV
KECELAKAAN DAN KESELAMATAN KERJA
A.        Pengertian Kecelakaan dan Keselamatan Kerja
Ø  Permen 3/98 :  suatu kejadian (event) yg tdk dikehendaki dan tdk diduga semula yg dpt menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Ø  UU 3 th 1992 : Kecelakaan yg terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yg terjadi dlm perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Ø  Defenisi Accident Suatu kejadian yang tidak diinginkan, bilamana pada saat itu sedikit saja ada perubahan maka dapat mengakibatkan terjadinya accident.
Ø  Suatu kejadian yang tidak diinginkan berakibat cedera pada manusia, kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan
Kesehatan kerja Merupakan keadaan kesehatan tenaga kerja yang sempurna, baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinakan dapat bekerja dengan kemampuan yang optimal.
Mengapa Keselematan dan kesehatan kerja diperlukan dan manfaaat apa yang diperoleh dari program K3? Pertanyaan ini selalu menggugah dan menjadi faktor penentu keberhasilan program K3 dan organisasi. Seringkali program K3 tidak berjalan dan mengalami hambatan karena kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai K3, baik dari pekerja,pengawas, pengusaha ataupun pejabat pemerintah.
Sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang sia-sia atau sekedar formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3 masih di anggap sebagai beban tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini sangat menghambat pelaksaan K3
B.        Filosofi Keselamatan
Heinrich seorang ahli keselamatan, pada tahun 1930 dalam bukunya Accident Prevention mengemukakan:
1.    Bahwa setiap kecelakaan pasti ada sebabnya. Tidak ada kejadian apapn yang tanpa sebab sebagai pemicunya.
2.    Jika faktor penyebab tersebut dihilangkan, maka dengan sendirinya kecelakaan dapat dicegah. Sebagai contoh lantai yang licin karena ceceran minyak merupakan faktor penyebab kecelakaan atau terpeleset. Jika lantai dibersihkan dan ceceran minyaak dibuang, maka dengan sendirinya kemungkinan kecelakaan akibat terpelesetdapat dihindarkan.
Atas dasar tersebut di atas, maka menurut heinrich setiap kecelakaan dapat dicegah.
Selanjutnya heinrich mengemukan 10 aksioma sebagai berikut.
1.    Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada kecelakaan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan rangkaian sebab dan akibat saling terkait.
2.    Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakannya yang tidak aman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari seleruh kecelakaan.
3.    Bahwa kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan kecelakaan. Dari setiap 300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1(satu) kali kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja
4.    Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruh oleh tingkah laku, kondisi fisik, pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
5.    Untuk itu upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha antara lain dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif, penyusaian individu dengan pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan disiplin (law enforcement)
6.    Keparahan suatu kecelakaan berbeda 1 dengan lainnya, dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama kondisi lingkungan kerja dan potensi bahaya serta ketahanan manusia menerima bahaya tersebut.
7.    Program pencegahan kecelakaan harus sejalan degang program lainnya dalam organisasi seperti program produksi, penekanan biaya dan produktivitas.
8.    Pencegahan kecelakaan atau program keselamatan dalam organisasi tidak akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam organisasi.
9.    Pengawasan merupakan unsur kunci dalam program K3, karena pengawas adalah orang yang langsung berhubungan dengan tempat kerja, dan pekerjanya. Pengawas paling tahu mengenai kondisi tempat kerja, dan memiliki otorites untuk melakukan pengawasan dan pembinaan
10.                        Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis yang berkaitan dengan produktivitas serta biaya kecelakaan yang harus dikeluarkan.
C.        Persyaratan Keselamatan Kerja
Keselamatan Kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana Produksi, manusia dan cara kerja. Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang no 1 tahun 1970 adalah sebagai berikut:
1.         mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2.         Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3.         Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
4.         Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya.
5.         Memberikan pertolongan dalam kecelakaan
6.         Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja
7.         Mencegah mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,kelembapan,debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran
8.         Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan
9.         Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10.     Menyelenggarakn suhu dan lembab udara yang baik
11.     Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik
12.     Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13.     Memperoleh keserasian antara tenaga kerja,alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja
14.     Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang tanaman, atau barang
15.     Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16.     Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakukan, penyimpanan barang.
17.     Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
18.     Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayanya menjadi bertambah tinggi.
Dari syarat-syarat keselamatan yang tercantum dalam undang-undang Keselamatan Kerja ini terlihat jelass, betapa luasnya aspek keselamatan kerja yang menyangkut berbagai aspek, kegiatan dan lingkungan kerja, baik di darat,laut, dan udara.
D.    Pendekatan pencegahan Kecelakaan
Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebabkan tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar dan latar belakang.
Oleh karena itu berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan. Banyak teori dan konsep dalam pencegahan kecelakaan. Bayak teori yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranyadi bahas berikut ini.
a.    Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima (recipent). Karena itu pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada aliran energi (path way) dan pada penerima
1)   Pengendalian pada sumber bahaya
Bahaya sebagai sumber terjadi kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif.
2)   Pendekatan pada jalan energi
Pendektan dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir kepenerima dapat dikurangi.
3)   Pengendalian pada penerima
Pendekatan ini melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda, atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima dengan meningkatkan ketahananan menerima energi yan datang.
b.   Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilna sehingga kesadaran K3 meningkat.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan program K3
Anatara lain:
1)        Pembinaan dan pelatihan
2)        Promosi K3 dan kampanye K3
3)        Pembinaan prilaku aman
4)        Pengawasan dan inspeksi K3
5)        Audit K3
6)        Komunikasi K3
7)        Pengembangan Prosedur Kerja aman (safety working practices)
c.    Pendekatan teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :
1)        Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi atau peralatan kerja
2)        Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untiuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem istrumentasi, dan lainnya.

d.   Pendekatan administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilkaukan dengan berbagai cara antara lain :
1)        Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi
2)        Penyediaan alat keselamatan kerja
3)        Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
4)        Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
e.    Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan
Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :
1)        Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3)
2)        Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
3)        Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.









BAB V
ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN KERJA
A.  Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja K3, sejalan dengan konsep manajemen modern, dilakukan sepanjang proses SMK3 sejak tahap prencanaan sampai pelaksanaannya.
Pengukuran dilakukan secara konsepsional agar dapat memberikan makna dan manfaat bagi manajemen. Frand Bird dalam Loss Control Management menyusaikan tahap pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan yang meliputi 3 tahap yaitu pengukuran sebelum kejadian  ((pre-contact), saat kejadian (contact) dan sesudah kejadian (post-contact)
1.    Pengukuran konsekuensi (Measurement of consequency)
     Yaitu Pengukuran yang dilakukan setelah kejadian (post-contact) seperti kecelakaan kerja, kebakaran, tumpahan minyak dan lainnya. Metoda pengukuran kejadian ini telah banyak dikembangkan dan dibakukan misalnya standard ANSI Z.16-1 atau BSL-OSHA (Bereau statistic of Labour). Yang paling populer dan banyak digunakan adalah ukuran Frequency Rate (FR ) dan severity Rate(SR) untuk kecelakaan kerja yang mengakibatkan kehilangan hari kerja. Bentuk lain yang banyak digunakan adalah kecelakaan nihil (zero Accident) yang didasarkan jumlah jam kerja yang aman bebas dari kecelakaan.
     Ukuran kinerja ini hanya melihat aspek kejadiannya tanpa memandang bagaimana proses pencegahan atau upaya pengendalian yang telah dilakukan, sihingga sering dinilai kurang objektif jika digunakan sebagai ukuran kinerja
2.    Measurement of cause
     Yaitu pengukuran faktor penyebab kejadian misalnya kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman yang memicu terjadinya kecelkaan. Dengan mengukur adnaya faktor penyebab ini dapat dinilai bagaimana tingkat kerawanan dan kondisi K3 dalam suatu organisasi.
3.    Measurement of control
     Bertujuan untuk mengukur upaya pencegahan atau pengendalian yang dilakukan dalam organisasi. Ukuran kinerja ini dititk beratkan kepada upaya atau program K3 khususnya yang berkaitan dengan manajemen K3. Sistem pengukuran ini lebih komprehensif, namun lebih rumit dan mmerlukan sistem audit yang baik.

Teknik pengukuran yang dapat digunakan antara lain:
1.    Hasil dari identifikasi bahaya, penakaran risiko dan pengendaliannya.
2.    Inspeksi sistematik dengan menggunakan daftar periksa.
3.    Inspeksi K3 misalanya dengan cara ‘’ walk Through’’
4.    Inspeksi peralatan untuk meastikan kelengkapan peralatan K3
5.    Safety sampling
6.    Environmental sampling

Contoh Pengukuran Kinerja
Pengukuran Angka Kecelakaan (Incident Rate)
Tingkat kekerapan (Accident Frequency Rate) dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut.
FR =Jumlah Kecelakaan x 200.000
Jumlah Jam kerja orang
Catatan:
·         Jumlah kecelakaan adalah kejadian kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja.
·         200.000 adalah rata-rata jam kerja dalam setahun yang dihiting selama 8 jam sehari 40 jam seminggu x 50 minggu/tahun
·         Jumlah jam kerja orang adalah total jam kerja dalam perusahaan untuk periode tertentu mislanya sebulan atau setahun termasuk jam kerja lembur
Tingkat keparahan kecelakaan (Saverity Rate=SR) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
SR= jumlah hari hilang x 200.000
                  Jumlah jam kerja

B.  Tujuan Melakukan Pengukuran
1.    Menetukan sejauh mana program K3 diterapakan dan pencapaiannya
2.    Melakukan pemeriksaan apakah pengendalian risiko telah diterapkan dan efektif
3.    Mempromosikan penerapan rencana dan pengendalian risiko untuk memberikan umpan balik bagi semua pihak
4.    Menyedikan informasi yang dapt digunakan dalam melakukan peninjauan, dan juga Sangat penting untuk melakukan perbaikan terhadap sitem manajemen K3
Ada bebrapa indikator yang dapat digunakan sebagai indikator langsung kinerja K3. Data kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai indikator langsung kinerja K3, meskipun sebaiknya dalam mengukur kinerja K3 tidak hanya menggunakan data kecelakaan kerja saja, tetapi juga menggunakan indikator lainnya seperti standard house keeping,penggunaan APD, dan ketentuan Amabang batas
Permenaker 05/Men/1996
Mengatur bagaimana sebuah organisasi melakukan pengukuran dan analisis terhadap kinerja sistem manajemen K3-nya. Untuk itu organisasi harus menetapakan ketentuan monitoring, pengukuran, analisis dan perbaikan yang diperlukan. Adalah tanggung jawab organisasi menentukan aspek-aspek apa saja yang harus diukur, metode yang digunakan, kapan dilakukan pengukuran dan pemantauan, dan bagaimana analisis dilakukan. Setidaknya organisasi telah melakukan peenmantauan kinerja atas aspek-aspek berikut ini:
1.    Pencapaian kebijakan dan sasaran K3
2.    Keefetifan penerapan sarana pengendali risiko
3.    Program pemahaman, pelatihan, komunikasi dan konsultasi pada karyawan dan pihak terkait
4.    Informasi yang dapat digunakan untuk meninjau atau memperbaiki Sistem Manajemen K3 yang digunakan
5.    Ketidak sesuaian yang terjadi dalam lingkup Sistem Manajemen K3 seperti kecelakaan, kerusakan dan penyakit  akibat kerja
Input yang digunakan dalam menerapkan tahap ini adalah:
1.    Hasil identifikasi bahaya potensial, penilaian dan pengendalian resiko
2.    Persyaratan peraturan dan perundang-undangan
3.    Kebijakan dan sasaran K3
4.    Prosedur penanganan ketidaksesuaian
5.    Hasil pengujian dan kalibrasi peralatan (mencakup kontraktor )
6.    rekaman Pelatihan( mencakup pemasok)
7.    laporan manajemen

C.      peralatan Pengukuran
Pengukuran K3 juga memerlukan berbagai perlatan alat ukur sesuai dengan kebutuhannya misalnya:
1.    pengukuran kebisingan- soud level meter
2.    pengukuran cahaya
3.    pengukuran suhu
4.    detektor kebakaran
5.    pengukuran ketinggian (level)
6.    pengukuran gas beracun dan berbahaya (toxic gas detector)
alat ukur ini sangat penting dan menentukan keselamatan operasi. Alat ini harus dirawat, dikalibrasi dan digunakan sebagaimana mestinya.
Petugas yang melakukan pengukuran harus kompeten dan terlatih melakaukan pengukuran dan menganalisa hasilnya..
Hasil kalibrasi dan pengukuran ini harus didokumnetasikan dan disimpan sebagai rekaman K3.
Jika diperlukan hasil pengukuran harus dapat diverifikasi dan di validasi baik secara internal maupun oleh pihak lainnya yang berwenang.













BAB VI
P2K3(Panitia Pembina Kesehatan & Keselamatan Kerja)
A.   Pengertian
P2K3 adalah wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga kerja dalam menangani masalah K3 di perusahaan

B.       Dasar Hukum pembentukan P2K3:
1.    Pasal 10 ayat (1),(2) UU No.1 th 1970
2.    Permen 02/MEN/1970
3.    Permen 04/MEN/1987

C.  Manfaat P2K3:
1.    Mengembangkan kerjasama bidang K3
2.    Meningkatkan kesadaran TK ttg K3
3.    Forum komunikasi dalam bidang K3
4.    Meringankan beban semua pihak

D.  Tugas P2K3:
Memberikan saran dan pertimbangan di  bidang K3 pada pengusaha (diminta atau tidak)
1.    Fungsi P2K3:
Ø  Menghimpun dan mengolah data K3
Ø  Mendorong ditingkatkannya: Penyuluhan, Inspeksi, Latihan dan Penelitian

E.  Kegiatan P2K3:
1.    Identifikasi masalah K3
2.    Diklat
3.    Sidang-sidang (1 kali sebulan)
4.    Rekomendasi
5.    Audit K3
6.    Analisa & mengolah data kecelakaan
7.    Pelaporan kegiatan

F.   Keanggotaan P2K3:
Unsur          : Pengusaha & TK
Ketua          : Pimp.Perusahaan (DM)
Sekretaris: Ahli K3 / Petugas K3
Anggota     : Supervisor/Foreman/Pimp.Unit  kerja/TK yg dianggap mampu
G. Perusahaan yang dapat membentuk P2K3:
1.    Jumlah TK > 50
2.     Jumlah TK < 50 org dgn tingkat bahaya  besar
3.    Jumlah TK < 50 org dalam kelompok  centra industri kecil dapat bergabung dalam satu wadah P2K3

H.  Kendala:
1.    Ketua bukan pimpinan perusahaan
2.    Departemen tenaga kerja tidak masuk dalam struktur  organisasi hanya membina
Ø Pedoman dasar pelaksanaan P2K3
Ø Komitmen & kebijaksanaan yg telah ditetapkan harus direncanakan, dilaksanakan & dipertanggungjawabkan
Ø Melakukan manajemen resiko melalui tindakan perencanaan, penilaian dan pengendalian bahaya yang timbul
Ø Identifikasi fasilitas (konstruksi, desain) yg memenuhi persyaratan K3, yg ditindaklanjuti dgn perbaikan
Ø Membangun sistem informasi & dokumentasi bid K3 (S.O.P & M.S.D.S)
Ø Mewujudkan SDM handal dgn training K3
Ø Mematuhi seluruh tatanan operasi(S.O.P), pemeliharaan untuk menjamin keutuhan dan kehandalan operasi
Ø Melakukan prog. Investigasi kecelakaan & analisa setiap kasus yang timbul, mencatat & melaporkan untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama
Ø Berfungsi sebagai crisis centre bila terjadi kondisi darurat dengan fasilitas yang mendukung
Ø Penilaian terhadap rencana K3 & melakukan perbaikan bila perlu
Ø Bila ada pihak ke-3/kontraktor, P2K3 berkewajiban untuk membantu & meneruskan langkah-langkah tsb kepada mereka  













BAB VII
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
A. pengertian
Sarana pengamanan diri adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya dengan pekerja. Akan tetapi penggunaan APD bukanlah pengendalian dari sumber berbahaya itu. Alat pelindung diri sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti dari sarana pengendali risiko lainnya. Alat pengaman diri ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif. Keberhasilan penggunaan APD tergantung jika peralatan perlindungannya:
1.      Tepat pemilihannya
2.      Digunakan secara benar
3.      Sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya
4.      Senantiasa dipelihara
Peralatan perlindungan diri (APD) inilah yang paling sering digunakan. Padahal kalau kita analisis dalam jangka waktu lama terkait dengan biaya pemeliharaannya, pengawasan dan potensi kecelakaan yang terjadi, dan kemudian kita kalkulasikan, hasil yang didapatkan terkadang lebih mahal dibandingkan dengan jenis pengendali risiko lainnya. Alat pelindung diri mencakup semua pakaian dan aksesoris yang digunakan pekerja yang didesainuntuk menjadi pembatas sumber bahaya.
Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb:
1.        Kepala    : pengikaat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.
2.      Mata          :           kaca mata pelindung (protective googles)
3.      Muka         :           pelindung muka (face shields)
4.      Tangan dan jari     :           sarung tangan(sarung tangan dan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa (gloves) ; perlindungan telapak tangan (hand pad), dan sarung tangan yang menutupi peregelangan tangan sampai lengan (sleeve)
5.      Kaki          :           sepatu pengaman (safety shoes)
6.      Alat pernafasan     :           respirator, masker, alat bantu pernafasan
7.      Telinga      :           sumbat telinga, tutup telinga
8.      Tubuh        :           pakaian pekerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya
9.      Lainnya     :          sabuk pengaman
Dalam penggunaan APD sebagai sarana pengendali risiko, organisasi sebaiknya melakukan evaluasi secara mendalam terhadap peralatan yang digunakan dalam mengurangi risiko. Penggunaan APD tetap membutuhkan pelatihan atau instruksi kerja bagi karyawan yang menggunakannya, termasuk pemeliharaannya. Karyawan harus mengerti bahwa penggunaan APD tidak menghilangkan bahaya akan terjadi. Jadi bahaya akan tetap terjadi jika ada kecelakaan.
B.  Masalah umum APD
1.    Tidak semua APD melalui pengujian labolatoris, sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya
2.    Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja
3.    APD terkadang dapat menciptakan bahaya baru.
4.    Perlindungan yang diberikan APDsulit untuk dimonito.
5.    Kewajiban pemeliharaan APD dialihka ndari pihak manajemen ke pekerja
6.    Efektivitas APD sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja
7.    Keprcayaan pada APD akan menghambat pengembangan kontrol teknologi baru


C.  Masalah Pemakaian APD
1.    Sisi pekerja, tidak mau memakai dengan alasan :
a)    Tidak sadar/tidak mengerti manfaat pemakaiannya
b)   Panas
c)    Sesak
d)   Tidak enak dipakai
e)    Tidak enak dipandang
f)    Berat
g)   Mengganggu pekerjaan
h)   Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
i)     Tidak ada sangsi jika tidak menggunakaannya
j)     Mengikuti sikap atasan yang tidak memakai juga APD yang disediakan
2.    Sisi perusahaan
a)    Ketidak mengertian dari perusahaan tentang APD yang sesuai dengan jenis risiko yang ada
b)   Sikap dari perusahaan yang mengabaikan APD
c)    Dianggap hanya pekerjaan yang sia-sia karena tidak adanya pekerjaan yang mau  memakai 
d)   Pengadaan APD yang asal beli.

D.  Masalah Pemakaian APD pada Pekerja
1.        Masalah Alat pelindung Telinga
a.       terjadi risiko inspeksi
b.      timbulnya kesulitan komunikasi antar pekerja
c.       memberatkan kepala
d.      menimbulkan rasa sakit karena jepitan pelindung telinga yang terlalu kuat
e.       tidak nyaman dalam penggunaannya.



2.        Masalah dalam penggunaan sarung tangan
Mengurangi kepekaan tangan dan jari
3.        Masalah pelindung mata
Sebuah lembaga studi BLS di amerika Serikat melakukan survai dan mendaptkan hasil bahwa 60% pekerja yang mengalami kecelakaan atau kerusakan pada matanya disebabksn karena tidak menggunakan alat pelindung mata, didapatkan kesimpulan atas masalah yang terkait dengan alat pelindung mata sebagai berikut:
a.         dapat membatasi pandangan
b.         menimbulkan kabut, noda da ngoresan luka kecil
c.         tidak dapat melihat secara jelas
d.        beberapa kaca mata pelindung tidak memberikan pelindung total, sehingga benda-benda tetap bisa masuk dari samping.
Sebuah alat pelindung mata harus memberikan perlindungan terhadap bahaya yang dapat terjadi pada mata atau muka dari partikel-partikel yang melayang, metal yang melebur,cairan kimia,asam,gas, atau uap kimia, radiasi cahaya atau kombinasi hal-hal tersebut.
Karena itu perlindungan mata harus memenuhi parameter-parameter sebagai berikut
a)      Memberikan perlindungan sesuai dengan tujuan desainnya
b)      Memberikan kenyamanan
c)      Dilengkapi dengan jepitan yang tepat sehingga tidak dapat dimasuki oleh benda yang melayang dari samping
d)     Tahan lama
e)      Mudah dibersihkan


4.        Maslah dalam Penggunaan Respirator
a.       Penutup muka yang buruk seperti, dapat menimbulkan jerawat dapat membuat rambut terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah dan meninbulkan iritasi pada bekas luka.
b.      Pemeliharaan yang tidak baik.
c.       Tidak nyaman dalm menghirup udara.
d.      Menimbulkan sesak nafas
e.       Menghirup kembali udara yang dihembuskan.
f.       Kesulitan komunikasi
g.      Tidak memiliki standar filter udara yang sesuai














BAB VIII
AUDIT K3
A.  Pengertian
Sesuatu orgainsasi melakukan alat atau cara untuk menilai apakah pelaksanaan K3 telah berhasil atau tidak. Salah satu cara penilaian adalah dengan melakukan Audit K3 sebagai bagian dari siklus Plan-Do-Check-Action. Melalui audit, organisasi akan mengetahi kelebihan dan kekurangannyasehingga dapat melakukan langkah-langkah penyempurnaan berkesinambungan.
B.  Tujuan internal audit K3
Adapun tujuan internal Audit K3 antara lain:
1.    Untuk memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah di tetapkan dan sesuai dengan persyaratan dan standar OHSAS 18001
2.    Untuk mengetahui apakah sistem manajemen K3 tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya diseluruh jajaran sesuai dengan lingkup pelaksanaannya
3.    Memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab semua isu K3 yang ada dalam organisasi  guna menghindari SMK3 yang salah arah, virtual, atau random
OHSAS 18001 mensyarakan audit internal dilakukan secara berkala dengan persyaratan sebagaai berikut:
1.      Tim audit harus bersifat independen. Pengertian Independen tidak harus berasal dari luar organisasi, tetapi dapat diambil dari lingkungan organisasi dengan syarat tidak terikat atau memilik kepentingan dengan unit/bagian atau depertemen yang akan di audit
2.      Tim audit harus memiliki kompetensi melakukan audit K3.
3.      Hal ini sangat penting untuk mendapatkan hasil auidt yang baik dan bermanfaat. Karena itu tim audit sebaiknya diberi pelatihan mengenai audit SMK3 yang menyangkut pemahaman mendasar mengenai sistem manajemen OHSAS 18001 dan tata cara melakukan audit.

C.  Tim Audit K3
Tim internal audit K3 sebaiknya terdiri dari berbagai disiplin atau fungsi dalam organisi yang terdiri atas ketua, sekretaris, anggota tetap dan anggota tidak tetap
Ketua tim bertugas mengkordinir seluruh aktivitas internal audit mulai dari prencanaan,persiapan, pelaksanaan lapangan dan pelaporan.
Sekretaris tim bertugas membatu ketua tim dalam mengkoordinir audit, termasuk mencatat dan memproses hasil audit secara lengkap, menyiapkan kebutuhan tim audit, mengatur pertemuan dan menyiapkan laporan audit
Anggota tetap bertugas menyusun persiapan audit yang bersifat teknis seperti daftar periksa audit, persyaratan teknis dan program pemeriksaan. Anggota tetap terdiri dari berbagai unsur sesuai dengan berbagai keperluan misalnya dari fungsi teknik, operasi, produksi, pemeliharaan, keselamatan kerja dan medis.
Anggota tidak tetap bertugas memberi informasi tambahan dan diundang bila ada hal-hal yang penting berkaitan dengan keahlian mereka masing-masing

Secara umum tugas dan tanggungjawab tim Audit adalah sebagai berikut:
1.    Menetukan sasaran, cakupan, kekerapan dan metoda audit serta menyusun rencana kerja dan daftar pelaksaan audit. Serta menyusun rencana kerja ini harus lengkap dan mencakup daerah yang ditinjau, saat peninjauan, penyebaran laporan, rencana tindak lanjut, dan rencana tanggal pelaporan.
2.    Mengembangkan daftar periksa serta standar penilaian yang digunakan. Untuk itu mereka harus mempelajari tentang unit yang akan di audit , seperti proses produksi, material, jenis kegiatan pekerja, peralatan teknis, dan lainnya.
3.    Melakukan pemeriksaaan secara obyektif ketempat kerja, mengevaluasi pelaksanaan prosedur dan manajemen K3, melakukan wawancara dengan pekerja untuk pembuktian (verifikasi)
4.    Meyusun laporan audit serta saran perbaikan

D.  Lingkup Audit Internal
Audit internal yang dilakukan secara sistematis dan komprehensif yang mencakup semua aspek dalam sistem manajemen K3. Karena itu untuk mendukung hasil audit, diperlukan berbagai masukan antara lain :
1.    Dokumentasi sistem manajemen K3,untuk melihat apakah sudah memadai dengan persyaratan OHSAS 18001
2.    Kebijkan dan komitmen manajemen mengenai K3, yang dapat dilihat baik dari dokumen tertulis maupun dalam implementasinya
3.    Objektif K3, umtuk memastikan apakah telah terpenuhi atau telah sejalan dengan persyaratan yang ditetapka, baik dari segi proses pengembangan,substansi dan pemantauan.
4.    Prosedur yang berkaitan dengan K3 termasuk keadaan darurat, ijin kerja aman, pengelolaan material berbahaya dan lainnya.
5.    Catatan pertemuan atau rapat K3 untuk memantau apa saja aktivitas K3 yang berjalan dalam organisasi.
6.    Rekaman kecelakaan dan kejadian, termasuk hasil penyeledikan insiden yang dilakukan. Auditor akan melihat apakah proses penyelidikan insiden dijalankan dengan baik dan ditindak lanjuti sesuai dengan persyaratan.
7.    Persyaratan perundangan termasuk ijin, sertifikat, hasil pemeriksaan dan lainnya.
8.    Rekaman pelatihan, termaasuk prencanaan, pelaksanaan, evaluasi, peserta dan judul pelatihan.
9.    Laporan dari hasil audit, inspeksi atau pemeriksaan K3 yang pernah dilakukan sebelumnya.
10.     Tindakan koreksi yang disyarakatkan dan pelaksanaannya
11.     Laporan ketidak sesuaian yang pernah dilakukan dari hasil audit sebelumnya
12.     Hasil tinjau ulang manajemen yang dilakukan dan tindak lanjutnya.

E.  Tahapan Audit
Secara umum kegiatan audit dilakukan dalam beberapa tahapan berikut ini:
1.    Persiapan
Menetapkan lokasi yang aka ndi audit, ruang lingkup, jadwal serta pemberitahuan kepada pejabat atau pengawas yang akan di audit sehingga mereka dapat melakukan persiapan seperlunya.
2.    Memeriksa perlengkapan audit yang diperlukan seperti komputer, printer, alat tulis
3.    Presentasi pembukaan
Pertemuan dengan pihak yang akan di audit untuk memperkenalkan tim audit, maksud dan tujuan audit K3 yang akan dilakukan, dasar dan pedoman audit. Dalam kesempatan ini pihak yang di audit juga dapat menjelaskan kondisi fasilitasnya serta hasil audit yang pernah dilakukan
4.    Koordinasi tim Audit
Anggota tim audit melakukan koordinasi internal dengan seluruh anggota tim audit, membuat daftar periksa, rencana wawwancara dan pihak-pihak atau pekerja yang akan diwancarai.



F.   Hasil Audit
Setelah melakukan audit,auditor harus membuat laporan temuan. Laporan temuan ini harus jelas dan dapat di telusuri. Laporan audit di beri tanggal dan di tanda tangani oleh auditor. Laporan temuan audit sebaiknya memiliki item-item sebagai berikut:
1.    Sasaran dan lingkup audit
2.    Anggota tim auditor dan perwakilan auditte, dan subyek yang di audit
3.    Dokumen referensi
4.    Ketidak sesuaian yang ditemukan
5.    Penilaian auditor terhadap temuan tersebut dan derajat kesesuaiannya dengan OHSAS 18001
6.    Distribusi laporan audit. Laporan audit harus di tindak lanjuti segera fdan diperbaiki sesuai dengan tingkat temuannya yang ada. Monitoring tindak lanjut audit merupakan hal yang sangat penting.











BAB IX
PENCEGAHAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA
A. Pengertian
1.         Kebakaran merupakan resiko tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan, kematian, berhentinya proses produksi maupun rusaknya lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan kebakaran. 
2.         Kebakaran timbul karena perpaduan            3 unsur yaitu Oksigen (O2), Bahan Mudah     Terbakar  dan Panas
3.         Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya maupun dari segi mudah dicapainya.

B.     Pengenalan Kelas-Kelas Kebakaran
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1.      Kelas A
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas, kayu, plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering.


2.      Kelas B
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan, misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana
3.      Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listrik. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering. Matikan dulu sumber listrik agar kita aman dalam memadamkan kebakaran

C.    Prinsip Pemadaman Kebakaran

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari:
1.       Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
2.       Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya.
3.       Oksigen (tersedia di udara)
Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda mudah terbakar, misalnya Dilarang Merokok ketika Sedang Melakukan Pengisian Bahan Bakar, Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen dalam kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan APAR, karung goni yang basah dan pasir yang terjadi adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut asal semua permukaan api tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut dan api akan mati seperti lilin yang kita tutup memakai gelas tadi. Bila kita menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.

D.    Peralatan Pencegahan Kebakaran

1.    APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak diperkenankan dipakai di Indonesia.
2.    Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
3.    Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung.
4.    Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat
5.    Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut

E.     Pencegahan Kebakaran

Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
1.     Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
2.     Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
3.     Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
4.     Penilaian Resiko
     Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
a.     Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
b.     Recovery / Pemulihan
mergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, 
     Prosedur- Prosedur, dan lain-lai























BAB X
KEBIJAKAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A.  Kebijakan
1.      Pengertian
Kebijkan merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen seperti Manajemen Lingkungan, Manajemen Mutu dan lainnya. Kebijkan merupakan roh dari semua sistem yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu usaha.
Kebijkan K3 (OH&S policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
Oleh karena itu, kebijkan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diniginkan dapat berhasil dengan baik.
2.    Kriteria kebijkan K3
Suatu kebijkan K3 yang baik disyaratkan memenuhi kriteria sebagai berikut:
a)      Sesuai dengan sifat dan skala dan skala risiko K3 dari organisasi.
b)      Mencakup komitmen untuk perbaikan berkelanjutan
c)      Mencakup komitmen ketaatan untuk memenuhi peraturan K3 dan persyaratan lainnya yang berhubungan dengan organisasi.
d)     Terdekomuntasi, diterapkan dan dipelihara.
e)      Dikomunikasikan pada seluruh personel dengan menekankan karyawan untuk peduli dengan kewajiban K3-nya
f)       Tersedia pada pihak terkait.
g)      Ditinjau secara priodik untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan sesuai dengan organisasi.
3.    Proses pengembangan Kebijakan K3
Banyak organisasi yang memiliki kebijkan K3 yang indah dan tetulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan ini seringkali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik.
Pengembangan Kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor berikut.
b.      Kebijakan dan obyektif organisasi secara korporat.
Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis yang di tetapkan. Sering kebijakan tidak bisa diimplementasikan karena tidak sejalan atau tidak mempertimbangkan kebijakan organisasi secara menyeluruh, misalnya rencana pengembangnan Produk, jasa, teknologi dan bisnis.
c.       Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi
Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespons risiko K3 yang ada dalam organisasi.
d.      Peraturan dan standard K3 yang berlaku
Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standard lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi.
e.       Kinerja K3
Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3 sebelumnya, sehingga kebijkan K3 dapat menjadi pedoman untuk penigkatan berkelanjutan
f.       Persyaratan pihak luar
Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah dan pihak lainnya.
g.      Peningkatan Berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi.
h.      Ketersediaan sumberdaya
Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena sumberdaya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya Kebijakan K3 sering dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumberdaya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir.
i.        Peran Pekerja

B.       Persyaratan Permenaker 05/MEN/1996
Kebijkan Keselamatan dan kesehatan kerja Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja addalah suatu pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secra menyeluruh yang bersifat umum dan atau oprasional.
Kebijakan  keselamtan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudia harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggang. Kebijakan  keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.



C.  landasan hukum k3
1.    Landasan Hukum Yang Berkaitan Dengan Pegawasan Kesehatan Kerja
Ø  Undang-undang No. 13 tahun 2003
Ø  Undang-undang No. 3 tahun 1951
Ø  Undang-undang No. 21 Tahun 2003
Ø  Undang-undang No. 1 tahun 1970
Ø  Undang-undang No. 3 tahun 1992
Ø  Undang-undang No. 32 tahun 2004, Jo. PP No. 25 Tahun 2000
Ø  Kepmendagri No. 130-67 Tahun 2002

2.    Ruang Lingkup Kesehatan Kerja (Obyek Pengawasan)
                                                                                                                           Pelayanan Kesehatan Kerja, SDM bidang kesehatan kerja,, Kelembagaan bidang kesehatan kerja, Ergonomi kerja, P3K di tempat kerja, Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja/Gizi kerja, Higiene industri, Toksikologi industri, Psikologi kerja, Emergency respon di tempat kerja.


3.    Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:          Pasal 86
a.         Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
·         Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
·         Moral dan Kesusilaan
·         Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
b.        Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                                                                                                               Penjelasan Pasal 86 :
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
                                                                                                                        Pasal 87
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4.    Undang-undang No. 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya UU Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Dari RI Untuk seluruh Indonesia.
Pengawasan perburuhan antara lain diadakan guna mengawasi berlakunya UU dan Peraturan Perundangan Perburuhan pada khususnya.
Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya akan menetapkan pegawai-pegawai mana yang diberi kewajiban untuk menjalankan pengawasan perburuhan.
5.    UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Di Industri dan Perdagangan)
Ø Sistem pengawasan ketenagakerjaan harus diterapkan di semua tempat kerja berdasarkan perundang-undangan.
Ø Sistem pengawasannya dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan

6.    Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan kerja :
·       Syarat-syarat Keselamatan Kerja berisi lebih dari 50% syarat-syarat Kesehatan Kerja. Dirjen Binwasnaker melakukan pengawasan umum terhadap UU ini. Pegawai Pengawas dan Ahli K3 ditugaskan menjalankan pengawasan Langsung thd ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.
·       Pemeriksaan Kesehatan TK dilakukan oleh Dokter yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi khusus (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja).
·       Kebijakan Nasional menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja shg terjamin pelaksanaannya secara seragam dan serasi bagi seluruh Indonesia.
7.    P. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
Kewenangan Pemerintah di bidang Ketenagakerjaan adalah seperti pada Pasal 2 ayat 3 yaitu :
a.       Penetapan kebijakan hubungan industrial, perlindungan pekerja dan jamsos pekerja.
b.      Penetapan standar keselamatan kerja, kesehatan kerja, hygiene perusahaan, lingkungan kerja dan ergonomi.
c.       Penetapan pedoman Penentuan kebutuhan fisik minimum.
d.      Kepmendagri No. 130-67 tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota:
     Kewenangan Bidang Ketenagakerjaan khususnya perlindungan tenaga kerja :
1.    Bimbingan pencegahan kecelakaan kerja
2.    Bimbingan kesehatan kerja
3.    Bimbingan pembentukan P2K3
4.    Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5.    Pemeriksaan Kecelakaan kerja
6.    Pemberdayaan pelaksanaan kegiatan Ahli K3
7.    Pemberdayaan pelaksaan kegiatan PJK3
8.    Pelaksanaan Penerapan SMK3
9.    Pemberian ijin Pengesahan Sertifikat K3
10.    Menyediakan pelanggaran norma

D.  Undang-undang tentang Keselamtan dan Kesehatan Kerja
1.      Undang –undang no.8 tahun 1998 tentang perlindungan komsumen antara lain pasal 2 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen. Selanjutnya pada pasal 4 menyebutkan mengenai hak konsumen antara lain hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan /atau jasa. Didalam perundangan ini terkandung aspek keselamatan konsumen (consumer safety) dan keselamatan produk (produk Safety).

2.      Undang-undang No. 22 tentang Migas

Undang-undang mengenai Migas ini memasukkan aspek keselamatan sebagai salah satu persyaratan dalam pengelolaan migas yang harus dipenuhi oleh bada usah Migas antara lain pasal 40 ayat (2) : Badan Usaha Tetap menjamin hidup dan mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

3.      Undang-undang No. 19/1999 Tentang Jasa Konstruksi
Perundangan ini berkaitan dengan keselamatan konstruksi (construction Safety) dan keselamatan bangunan (building Safety) antara lain pasal 23 menyebutkan bahwa menyelenggarakan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamtan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerja konstruksi.

4.      Undang-Undang No 28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Gedung memuat aspek keselamtan bangunan (building Safety) antara lain:  Pasal 16 : persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi persyaratan keselamtan, Kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
a.       Pasal 17 : persyaratn keselamatan bangunan gedung sebagaimana meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, sertaa kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir
5.      Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan sosial menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Disingkat UU Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bantunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat menghadapi risiko sosial berupa pristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya penigkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan kecelakaan kerja (pasal 8, ayat(1)). Jaminan kecelakaan kerja meliputi:
a.    Biaya pengangkutan
b.    Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan
c.    Biaya rehabilsasi
d.   Semua berupa uang yang meliputi:
1.      Santunan sementara tidak mampu bekerja
2.      Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental
3.      Santunan kematian (Pasal 9)



















BAB XI
MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA

A.  Pengertian
1.        Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya”
Risiko adalah Risiko adalah Kemungkinan cidera/kerusakan  yg dpt terjadi dari suatu bahaya.
Manajemen risiko adalah Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review risiko.
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi.manajemen risiko memberikan warna dan arah terhadap penerapan dan pengembangan system manajemen K3.jika tidak ada bahaya dan tidak ada risiko,maka upaya K3 tentu tidak diperlukan dan sebaliknya manjemen K3 diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko.
Oleh karena itu,sebelum mengembangkan program K3,terlebih dahulu harus diketahui apa saja risiko dan potensi bahaya yang terdapat dalam kegiatan organisasi.selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagia berikut.
a.    Manusia (human approach).
b.    Teknis (engineering) seperti sarana,mesin peralatan atau material dan lingkungan kerja.
c.    System dan prosedur,yang berkaitan dengan pengoperasian,cara kerja aman atau system manajemen k3.
d.   Proses ,misalnya proses secara kimia atau fisis.

B.       Proses manajamen Risiko
Mengelolah risiko harus secara komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam managementStandard AS/NZS 4360, yang meliputi:
1.          Penetuan konteks
2.          Identifikasi risiko,
3.          Analisa risiko,
4.          Evaluasi risiko,
5.          pengendalian risiko,
6.          komunikasi dan
7.          pemantauan dan tinjau ulang.
1.      Pemantapan Konteks
a.         Konteks Strategik : Ass. Internal dan eksternal unit
b.        Konteks Organisasi : Ass. Thd Manajemen & Organisasi
Manajemen melibatkan dalam pengambilan keputusan Terkait dengan kebijakan organisasi secara keseluruhan Terkait dengan alokasi sumber daya (personil, finansial, dll)
c.         Konteks Pengelolaan Risiko : Ass. Terhadap ruang lingkup yg lebih besar s/d pemerintah.

2.      Identifikasi Bahaya
Tahap pertama dalam kegiatan manajemen risiko dimana kita melakukan identifikasi bahaya yang terdapat dalam suatu kegiatan atau proses :
Ada tiga pertanyaan yang dapat dipakai sebagai panduan
Apakah ada sumber untuk menimbulkan cedera/loss ?
Target apa saja yang terkena/terpengaruh bahaya ?
Bagaimana mekanisme cedera/loss dapat timbul?
Apakah ada sumber untuk menimbulkan cedera? Sumber bahaya ditempat kerja dapat berasal dari :
bahan / material, alat/mesin, proses, lingkungan kerja, metode kerja, cara kerja, produk
Terget yang mungkin terkena/terpengaruh sumber bahaya : Manusia , Produk, Peralatan/fasilitas, Lingkungan Proses, Reputasi, Lainnya??
sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebagai berikut:
a)    Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin. Tujuannhya agar semua bahaya yang ada dapat diidentifikasi dengan baik termasuk potensi bahaya yang dapat timbul dalam kegiatan yang bersifat non rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya.
b)   Mencakup seluruh altivitas individu yang memiliki akses ketempat kerja.sesuai ketentuan dalam undang-undang no.1 tahun1970, perlindungan keselamtan berlaku bagi setiap orang yang berada di tempat kerja termasuk pihak lain yang masuk ketempat kerja. Karena itu identifikasi bahaya juga mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasii seperti kontraktor, pemasok, atau tamu.
c)    Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi dan penilaian risiko.
d)   Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di tempat kerja.
e)    Bahaya yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi.
f)    Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, baik yang disediakan organisasi atau pihak lain.
g)   Perubahan dalam orgaanisasi, kegiatan atau material
h)   Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi termasuk perubahan sementara harus memperhitungkan potensi bahaya K3 dan dampaknya terhadap operasi, proses, dan aktivitas.
i)     Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan
j)     Rancangan l;ingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, presedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasi terhadap kemampuan manusia.


C.       Tehnik Identifikasi Bahaya
Banyak alat bantu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja. Beberapa metode/tehnik tersebut antara lain :
Inspeksi , Pemantauan/survey, Audit, Kuesioner , Data-data statistik
1.         Penilaian Risiko/Risk Assessment
Penilaian suatu risiko dengan cara membandingkannya terhadap tingkat atau karena risiko yang telah ditetapkan.
2.         Analisa Dan Penilaian Risiko
                            a.               Peluang (Probability) : Yaitu kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/kerugian ketika terpapar dengan suatu bahaya. Peluang orang jatuh karena melewati jalan licin. Peluang untuk tertusuk jarum. Peluang tersengat listrik. Peluang supir menabrak
                           b.               Akibat (Consequences)
Yaitu tingkat keparahan/kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/loss akibat bahaya yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan, dll Contoh : Fatality atau kematian, Cacat, Perawatan medis, P3K
3.         Acuan Dalam Penilaian Risiko
Agar penilaian yang kita lakukan seobjective mungkin maka perlu mengumpulkan informasi sebelum menilai resiko dari suatu akitivitas :
Informasi tentang suatu aktivitas (durasi, frekuensi, lokasi dan siapa yang melakukan Tindakan pengendalian risiko yang telah ada Peralatan/mesin yang digunakan untuk melakukan aktivitas Bahan yang dipakai serta sifat-sifatnya (MSDS) Data statistik kecelakaan/penyakit akibat kerja (internal & eksterbal) Hasil studi, survey/pemantauan, Literature Benchmark pada industri sejenis Penilaian pihak spesiality/tenaga ahli, dll
4.         Metode Penilaian Risiko
Ada 3 cara dalam penilaian risiko yaitu : Kualitatif, Semi kuantitatif, Kuantitatif
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan analisa kualitatif, perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada dinyatakan dengan nilai/skore tertentu

a.    Analisa Kuantitatif
Metode ini dilakukan dengan menentukan nilai dari masing-masing parameter yang didapat dari hasil analisa data-data yang representatif . Analisa terhadap nilai peluang atau akibat dilakukan dengan beberapa metode seperti : analisa statistik, model komputer, simulasi, fault tree analysis, dll
D.      Penanganan Risiko
Berdasarkan penilaian risiko kemudian ditentukan apakah risiko tersebut masih bisa diterima (acceptable risk) atau tidak (unacceptable risk) oleh suatu organisasi
Apabila risiko tersebut tidak bisa diterima maka organisasi harus menetapkan bagaimana risiko tersebut ditangani hingga tingkat dimana risikonya paling minimum/sekecil mungkin. Bila risiko mudah dapat diterima/tolerir maka organisasi perlu memastikan bahwa monitoring terus dilakukan terhadap risiko itu.
1.          Risiko yang bisa diterima
Menentukan suatu risiko dapat diterima akan tergantung kepada penilaian/pertimbangan dari suatu organisasi berdasarkan :
Tindakan pengendalian yang telah ada Sumber daya (finansial, SDM, fasilitas, dll) Regulasi/standard yang berlaku Rencana keadaan darurat
Catatan : walau suatu risiko masih dapat diterima tapi tetap harus dipantau/dimonitor
2.          Cara Menangani Risiko
Bila suatu risiko tidak dapat diterima maka harus dilakukan upaya penanganan risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan/kerugian. Bentuk tindakan penanganan risiko dapat dilakukan sebagai berikut :
Hindari risiko, Kurangi/minimalkan risiko, Transfer risiko dan Terima risiko


E.       Hirarki Pengendalian Risiko K3
1.          Eliminasi : Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
2.          Substitusi : Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pastaProses menyapu diganti dengan vakum Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen Proses pengecatan spray diganti dengan pencelupan
3.          Rekayasa Teknik : Pemasangan alat pelindung mesin (mechin guarding) Pemasangan general dan local ventilationPemasangan alat sensor otomatis
4.          Pengendalian Administratif : Pemisahan lokasi, Pergantian shift kerja, Pembentukan sistem kerja, Pelatihan karyawan
5.          Alat Pelindung Diri ( APD ) : Helmet, Safety Shoes, Ear plug/muff, Safety goggles

F.       Pemantauan Dan Tinjauan Ulang
Setelah rencana tindakan pengendalian risiko dilakukan maka selanjutnya perlu dipantau dan ditinjau ulang apakah tindakan tersebut sudah efektif atau belum
Bentuk pemantauan antara lain : Inspeksi, Pemantauan Lingkungan dan Audit












BAB XI
PENUTUP

Kesimpulan
Untuk mencegah kecelakaan kerja, sebelumnya harus diketahui sebab dari kecelakaan tersebut, baru dapat dicari jalan pemecahannya. Penyebab utama yang  sering terjadi adalah situasi dan perilaku  pekerja yang tidak aman yang terjadi di  dalam perusahaan, dan akar penyebabnya adalah kurangnya penanganan   keselamatan dan kesehatan kerja di dalam perusahaan.
Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, adalah dengan cara memperkuat penanganan keselamatan dan kesehatan kerja, dorongan agar  perusahaan benar-benar melaksanakan penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.  Data ini adalah data penting statistik kecelakaan kerja dan analisa kejadian demi  mencegah terjadinya kecelakaan yang sama, tujuan utamanya adalah untuk  menentukan bagaimana kesalahan itu terjadi. Apabila kita dapat menggunakan data
dengan baik, maka kecelakaan yang sama atau bahkan kecelakaan yang lebih serius
dapat dihindari.

Saran
Hendaknya pihak perusahaan bekerjasama dengan pihak lain yang bergerak dalam bidang pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk melakukan pelatihan pada seluruh pekerjanya
Penggunaan alat pelindung Diri hendaknya menajdi suatu kewajiban bagi seluruh pekerja, sehingga seluruh pekerja, sehinggga seluruh pekerja dapat terhindar dari akibaat faal kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Soehatman.2010.Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.Seri manajemen K3 01.Jakarta : Dian Rakyat.
Suardi, Rudi.2007.Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja(panduan penerapan Berdasrkan OHSAS 18001 & Permenakers 05/1996).seri manajemen operasi no11. jakarta: PPM
Suma’mur.2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja(HIPERKES). Jakarta:Sagung Seto
http://www.pusatk3.com/ diakses tgl 25 juli 2012
www.gatra.comdiakses  diakses tanggal 24 juli 2012
(www.kompas.co.id)diakses tanggal 24 juli 2012

3 komentar:

  1. artikel anda sangat memberikan pengetahuan yang bermanfaat untuk saya, terimakasih
    www.sepatusafetyonline.com

    BalasHapus
  2. izin untuk bahan belajar saya ya pak? :) terimaksih ...

    BalasHapus