BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya dunia industri di dunia,
telah mendorong para pekerja untuk bekerja lebih giat sesuai dengan kebutuhan
pasar. Namun hal itu tidak jarang menyebabkan pekerja menjadi cidera. Cidera
yang terjadi di lapangan sangat beragam, dari cidera otot sampai yang
menghasilkan korban jiwa. Dengan terganggunya perkembangan manusia sebagai
salah satu modal utama pembangunan, maka negara-negara berkembang pada saat itu
mulai peduli tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan pekerja di negaranya
tersebut.
Setiap
tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja menimbulkan korban jiwa,
kerusakan materi, dan gangguan produksi. Pada tahun 2007 menurut jamsostek
tercatat 65.474 kecelakaan mengakibatkan 1.451
orang meninggal, 5.326 orang tecacat tetap dan 58.697 orang cedera.
Data
kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek
dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seleruh
pekerja di indonesia. Dengan demikian, angka kecelakaan mencapai 930 kejadian
untuk setiap 100.000 pekerja setiap tahun. Oleh karena itu jumlah kecelakaan
keseluruhannya diperkirakan jauh lebih besar. Bahkan menurut penelitian World
economic Forum tahun 2006, angka kematian akibat kecelakaan di indonesia
mencapai mencapai 17-18 untuk setiap 100.000 pekerja.
Data
yang didapat dari Jamsostek, angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu mencapai,
99.491 kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sebut
saja, tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun
2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Dari 99.491
kasus kecelakaan yang terjadi, kecelakaan lalu lintas mendominasi dengan 40
persen kasus.
Audit keselamatan
dan kesehatan kerja
diartikan sebagai sistem
pengujian terhadap kegiatan operasi yang dilakukan secara kritis dan sistematis
untuk menentikan kelemahan unsur
sistem (manusia,sarana,lingkungan kerja
dan perangkat lunak),
sehingga dapat dilakukan
langkah perbaikan sebelum
timbul timbul kecelakaan
dan kerugian.Unit P2K3
merupakan badan penasehat
bagi pimpinan perusahaan
dibidang Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) memberikan
penerangan kepada tenaga
kerja mengenai segala upaya
pencegahan kecelakaan ditempat
kerja dengan mengadakan
safety day untuk sosialisasi
pelaksanaan K3 dan
demo pemakaian APD
(Alat Pelindung diri). dari hasil survey awal yang telah dilakukan,
secara deskriptif menunjukkan bahwa hasil
audit yang diperoleh
setiap bulannya yang dilaksanakan setiap
tanggal 10 disebabkan
belum seluruh tenaga
kerja menyadari pentingnya mematuhi
dan melaksanakan prosedur
K3 diperusahaan.
Kebakaran yang besar menimbulkan
kerugian jiwa dan materi bagi korbannya sehingga kebakaran ini perluupaya
pencagahan dan penanggulangan yang efektif.Kebakaran merupakan kejadian yang
tidak diinginkan bagi setiap orang danmerupakan kecelakaan yang
berakibat fatal. Kebakaran ini dapat mengakibatkan suatukerugian yang sangat besar baik kerugian materiil maupun kerugian
immateriil. Sebagaicontoh kerugian nyawa, harta, dan terhentinya proses
atau jalannya suatu produksi/aktivitas, jika tidak ditangani dengan
segera, maka akan berdampak bagi penghuninya. Jika terjadi kebakaran
orang-orang akan sibuk sendiri, mereka lebihmengutamakan menyelamatkan
barang-barang pribadi daripada menghentikan sumber bahaya terjadinya
kebakaran, hal ini sangat disayangkan karena dengan keadaan yangseperti ini maka terjadinya kebakaran akan bertambah
besar.
Dalam rangka perlindungan k3, perlu adanya jaminan penyediaan alat pelindung
diri yang memenuhi syarat dan pemakaian yang efektif; meningkatnya jenis alat
pelindung diri yang beredar, dan mengantisipasi munculnya permasalahan antara
pengusaha dan pekerja mengenai alat pelindung diri di tempat kerja
B. Rumusan Masalah
1. pengertian,ruang lingkup dan manfaat keselamataan kecelakaan kerja
2. teori penyebab kecelakaan dan konsep pencegahan
3. Kecelakaan dan keselamatan kerja
4. Anlisis statistic kecelakaan kerja
5. audit Keselamatan Kecelakaan Kerja
6. kebijkaan perundang-undangan Keselamatan Kecelakaan Kerja
7. pencegahan kebakaran di tmpat kerja
8. APD(Alat pelindung Diri)
9. panitia pembina Keselamatan Kecelakaan Kerja
10. manajemen risiko di tmpat kerja
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian,ruang lingkup dan manfaat keselamataan
kecelakaan kerja
2. Untuk mengetahui teori penyebab kecelakaan dan konsep pencegahan
3. Untuk mengetahui Kecelakaan dan keselamatan kerja
4. Untuk mengetahui Analisis statistic kecelakaan kerja
5. Untuk mengetahui audit Keselamatan Kecelakaan Kerja
6. Untuk mengetahui kebijkaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
7. Untuk mengetahui pencegahan kebakaran di tmpat kerja
8. Untuk mengetahui APD (Alat pelindung Diri)
9. Untuk mengetahui panitia pembina Keselamatan Kecelakaan Kerja
10. Untuk mengetahui manajemen risiko di tempat kerja
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
1. Sejak tahun 1950 ILO ( International Labour Organization ) dan WHO ( World Health Organization ) telah menetapkan definisi umum dari
kesehatan kerja, yaitu: Kesehatan kerja harus mencapai peningkatan dan
perawatan paling tinggi di bidang fisik, sosial sebagai seorang pekerja di
bidang pekerjaan apapun; pencegahan bagi setiap pekerja atas pengurangan
kesehatan karena kondisi kerja mereka, perlindungan bagi pekerja untuk
mengurangi faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan mereka; penempatan dan
perawatan bagi pekerja di lingkungan kerja sesuai dengan kemapuan fisik dan
psikologi dari pekerja dan meringkas adaptasi dari setiap pekerja ke
pekerjaannya masing-masing.
2.
Menurut
Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,
terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit
umum.
3.
Pengertian K3 menurut ILO/WHO Joint safety and Health Committee,
yaitu :
a. Promosi
dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
b. Untuk
mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan mereka.
c. Melindungi
pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang
dapat mengganggu kesehatan.
d. Penempatan
dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis
dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan
pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
B. Ruang lingkup K3
Ruang lingkup
hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan
keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan
aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
b. Aspek
perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1. Tenaga kerja
dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan
bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor
lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik
dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan
metodologi kerja
c. Penerapan
Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil
dari kegiatan industri barang maujupun jasa.
d. Semua pihak
yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas
keberhasilan usaha hyperkes.
C. Tujuan K3 dari K3 yaitu
1.
Memelihara
& meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan
pekerjaan
2.
Mencegah
timbulnya gangguan Kesehatan Kerja yg disebabkan oleh lingkungan kerja
3.
Memberikan
perlindungan bagi pekerja dari bahaya yg dapat membahayakan Kesehatan
4.
Menempatkan
& memelihara kesehatan pekerja di suatu lingk. Kerja yang sesuai dengan
kemampuan fisik & psikis pekerja Kerja.
BAB
III
TEORI
PENYEBAB KECELAKAAN DAN KONSEP PENCEGAHAN
A.
Pengertian
K3
merupakan cara pencegahan kepada pekerja agar terhindar dari kecelakaan
kerja, yang dapat mengakibatkan kesakitan, cacat, atau bahkan meninggal,
sehingga terjadinya kerugian financial baik secara langsung maupun tidak
langsung serta menurunkan produktivitas pekerjaan.
Keselamatan
kerja adalah kemerdekaan atas resiko celaka serta terhindar dari bencana, aman
sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu apapun, sehat, tidak mendapat gangguan,
kerusakan yang berkaitan dengan mesin-mesin, peralatan kerja, cara kerja, dan
kondisi dalam melakukan pekerjaan.
B.
Pengertian Kecelakaan Kerja
Adapun beberapa defenisi
kecelakaan yaitu :
Menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
1.
Kejadian yang tak terduga dan tidak Diharapkan. Tak
Diduga Karena
dibelakang kejadian tidak ada unsur Kesengajaan
Tak Diharapkan Karena Kecelakaan Disertai kerugian Material dan Penderitaan
2.
Suatu kejadian yang Tak dinginkan yg mengakibatkan bahaya bagi
manusia, kerusakan terhadap materi atau kerugian pada proses. Kecelakaan Merupakan Hasil Kontak dgn Sumber Energi (Kimia,
Thermal, Mekanis, elektris, Melewati NAB, Daya tahan tubuh/Struktur.
3.
Kejadian yg tidak diduga sebelumnya
atau peristiwa mendadak yg menimbulkan luka tubuh &/kerusakan barang” Kecelakaan yang terjadi selama
bekerja atau dalam melakukan proses pekerjaan. Contoh: dalam perjalanan menuju
tempat kerja, kejatuhan besi dari atap pabrik sehingga memar otak.
C. Tujuan
Keselamatan dan Kecelakaan Kerja
K3 bertujuan
untuk :
1.
melindungi pekerja dan orang lain ditempat kerja,
2.
menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai
secara aman dan efesien,
3.
menjamin proses produksi berjalan lancar,
4.
menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan
sehat,
5.
mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakin akibat
bekerja.
D. Penyebab
Kecelakaan Kerja
Faktor
penyebab Kecelakaan Kerja dikemukan oleh H.W. Heinrich (1930) dengan teori
dominonya yang menggolongkan atas:
1.
Tindakan yang tidak aman dari manusia (usafe act)
Contoh: tidak memakai alat pelindung diri padahal
telah disediakan oleh perusahaan
2.
Kondisi yang tidak aman(usafe condition ) kondisi
lingkungan kerja baik alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan
membahayakan.
Contoh: lingkungan kerja yang bising sehingga
menyebabkan penurunan pendengaran.
Secara umum, ada dua sebab
terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes)
dan penyebab dasar (basic causes).
a.
Penyebab Dasar
1)
Faktor
manusia/pribadi, antara lain karena :
a)
kurangnya
kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b)
kurangny/lemahnya
pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c)
Stress
d)
motivasi yang
tidak cukup/salah
2)
Faktor
kerja/lingkungan, antara lain karena :
a)
tidak cukup
kepemimpinan dan atau pengawasan
b)
tidak cukup
rekayasa (engineering)
c)
tidak cukup
pembelian/pengadaan barang
d)
tidak cukup
perawatan (maintenance)
e)
tidak cukup
alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
f)
tidak cukup
standard-standard kerja
g)
penyalahgunaan
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu
tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a)
Peralatan
pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
b)
Bahan,
alat-alat/peralatan rusak
c)
Terlalu
sesak/sempit
d)
Sistem-sistem
tanda peringatan yang kurang mamadai
e)
Bahaya-bahaya
kebakaran dan ledakan
f)
Kerapihan/tata-letak
(housekeeping) yang buruk
g)
Lingkungan
berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h)
Bising
i)
Paparan radiasi
j)
Ventilasi dan
penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe
act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku,
tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono,
Sugeng, 2003) :
a) Mengoperasikan alat/peralatan
tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi
peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang
salah.
e) Menyebabkan alat-alat
keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara
yang salah.
i) Kegagalan memakai alat
pelindung/keselamatan diri secara benar.
3. Data-data tentang Kecelakaan
Kerja
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa
frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran
pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang
lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3
identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT
Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus
kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah
menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada
2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata
setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di
perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari
kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja,
sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami
cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono
menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama
Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus
kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus
kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus
diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja
tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali.
"Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang,
sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia
karena kecelakaan kerja," ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan
dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap
tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
E. Pencegahan
Kecelakaan Kerja
1.
Bekerja serius
2.
Berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan
3.
Mengikuti prosedur kerja
4.
Menggunakan alat pelindung diri
5.
Menjaga kebersihan tempat kerja
6.
Mengutamakan keselamatan dalam bekerja
Tanpa kita
sadari banyak sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja. Apabila dalam
kondisi darurat seorang pekerja secara alamiah harus melakukan tindakan yang
dapat meringankan situasi darurat
BAB IV
KECELAKAAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian Kecelakaan dan Keselamatan
Kerja
Ø Permen 3/98 :
suatu kejadian (event) yg tdk dikehendaki dan tdk diduga semula yg dpt
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Ø UU 3 th 1992 : Kecelakaan yg terjadi berhubung
dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yg terjadi dlm perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Ø Defenisi
Accident Suatu kejadian yang tidak
diinginkan, bilamana pada saat itu sedikit saja ada perubahan maka dapat
mengakibatkan terjadinya accident.
Ø Suatu kejadian yang tidak diinginkan berakibat cedera pada manusia,
kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan
Kesehatan
kerja Merupakan keadaan kesehatan tenaga kerja yang sempurna, baik fisik,
mental maupun social sehingga memungkinakan dapat bekerja dengan kemampuan yang
optimal.
Mengapa
Keselematan dan kesehatan kerja diperlukan dan manfaaat apa yang diperoleh dari
program K3? Pertanyaan ini selalu menggugah dan menjadi faktor penentu
keberhasilan program K3 dan organisasi. Seringkali program K3 tidak berjalan
dan mengalami hambatan karena kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai K3,
baik dari pekerja,pengawas, pengusaha ataupun pejabat pemerintah.
Sering
timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang sia-sia
atau sekedar formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3 masih di anggap
sebagai beban tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini sangat menghambat
pelaksaan K3
B. Filosofi Keselamatan
Heinrich
seorang ahli keselamatan, pada tahun 1930 dalam bukunya Accident Prevention mengemukakan:
1. Bahwa setiap
kecelakaan pasti ada sebabnya. Tidak ada kejadian apapn yang tanpa sebab
sebagai pemicunya.
2. Jika faktor
penyebab tersebut dihilangkan, maka dengan sendirinya kecelakaan dapat dicegah.
Sebagai contoh lantai yang licin karena ceceran minyak merupakan faktor
penyebab kecelakaan atau terpeleset. Jika lantai dibersihkan dan ceceran
minyaak dibuang, maka dengan sendirinya kemungkinan kecelakaan akibat
terpelesetdapat dihindarkan.
Atas dasar
tersebut di atas, maka menurut heinrich setiap kecelakaan dapat dicegah.
Selanjutnya
heinrich mengemukan 10 aksioma sebagai berikut.
1. Bahwa
kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada kecelakaan
yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan rangkaian sebab dan
akibat saling terkait.
2. Bahwa
sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakannya
yang tidak aman yang menurut penyelidikan mencapai 85% dari seleruh kecelakaan.
3. Bahwa
kondisi tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan kecelakaan. Dari setiap
300 tindakan tidak aman, akan terjadi 1(satu) kali kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan hari kerja
4. Bahwa
tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruh oleh tingkah laku, kondisi fisik,
pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
5. Untuk itu
upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha antara lain dengan
melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif, penyusaian individu dengan
pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan disiplin (law enforcement)
6. Keparahan
suatu kecelakaan berbeda 1 dengan lainnya, dan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor terutama kondisi lingkungan kerja dan potensi bahaya serta ketahanan
manusia menerima bahaya tersebut.
7. Program
pencegahan kecelakaan harus sejalan degang program lainnya dalam organisasi
seperti program produksi, penekanan biaya dan produktivitas.
8. Pencegahan
kecelakaan atau program keselamatan dalam organisasi tidak akan berhasil tanpa
dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam organisasi.
9. Pengawasan
merupakan unsur kunci dalam program K3, karena pengawas adalah orang yang
langsung berhubungan dengan tempat kerja, dan pekerjanya. Pengawas paling tahu
mengenai kondisi tempat kerja, dan memiliki otorites untuk melakukan pengawasan
dan pembinaan
10.
Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis yang
berkaitan dengan produktivitas serta biaya kecelakaan yang harus dikeluarkan.
C. Persyaratan
Keselamatan Kerja
Keselamatan
Kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan
kondisi dan keselamatan sarana Produksi, manusia dan cara kerja. Persyaratan
keselamatan kerja menurut Undang-undang no 1 tahun 1970 adalah sebagai berikut:
1.
mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3.
Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
4.
Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya.
5.
Memberikan pertolongan dalam kecelakaan
6.
Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja
7.
Mencegah mengendalikan timbul atau menyebar luasnya
suhu,kelembapan,debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara atau getaran
8.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan
9.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakn
suhu dan lembab udara yang baik
11. Menyelenggarakan
penyegaran udara yang baik
12. Memelihara
kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh
keserasian antara tenaga kerja,alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja
14. Mengamankan
dan memperlancar pengangkutan orang, binatang tanaman, atau barang
15. Mengamankan
dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan
dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakukan, penyimpanan barang.
17. Mencegah
terkena aliran listrik yang berbahaya
18. Menyesuaikan
dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayanya menjadi bertambah
tinggi.
Dari
syarat-syarat keselamatan yang tercantum dalam undang-undang Keselamatan Kerja
ini terlihat jelass, betapa luasnya aspek keselamatan kerja yang menyangkut
berbagai aspek, kegiatan dan lingkungan kerja, baik di darat,laut, dan udara.
D. Pendekatan pencegahan Kecelakaan
Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan
menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebabkan tindakan tidak aman
dan kondisi yang tidak aman. Namun dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan
karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab
langsung, penyebab dasar dan latar belakang.
Oleh karena itu berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan.
Banyak teori dan konsep dalam pencegahan kecelakaan. Bayak teori yang
dikembangkan para ahli, beberapa diantaranyadi bahas berikut ini.
a.
Pendekatan Energi
Sesuai
dengan konsep energi, kecelaan bermula karena adanya sumber energi yang
mengalir mencapai penerima (recipent). Karena itu pendekatan energi mengendalikan
kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada aliran energi (path way)
dan pada penerima
1)
Pengendalian pada sumber bahaya
Bahaya sebagai sumber terjadi kecelakaan dapat
dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis
atau administratif.
2)
Pendekatan pada jalan energi
Pendektan dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi
pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir kepenerima dapat
dikurangi.
3)
Pengendalian pada penerima
Pendekatan ini melalui pengendalian terhadap penerima
baik manusia, benda, atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika
pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara
efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima dengan
meningkatkan ketahananan menerima energi yan datang.
b. Pendekatan
Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik
yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan
tindakan yang tidak aman. Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan
berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilna sehingga kesadaran K3 meningkat.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai
K3 dilakukan berbagai pendekatan program K3
Anatara lain:
1)
Pembinaan dan pelatihan
2)
Promosi K3 dan kampanye K3
3)
Pembinaan prilaku aman
4)
Pengawasan dan inspeksi K3
5)
Audit K3
6)
Komunikasi K3
7)
Pengembangan Prosedur Kerja aman (safety working
practices)
c. Pendekatan
teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan,
material, proses maupun lingkungan kerja tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan
yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :
1)
Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan
persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi
atau peralatan kerja
2)
Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untiuk
mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup
pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem istrumentasi, dan
lainnya.
d. Pendekatan
administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilkaukan dengan
berbagai cara antara lain :
1)
Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat
kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi
2)
Penyediaan alat keselamatan kerja
3)
Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan
tentang K3
4)
Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
e. Pendekatan
Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen
yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan
Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :
1)
Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan
Kerja (SMK3)
2)
Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
3)
Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3,
khususnya untuk manajemen tingkat atas.
BAB V
ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN KERJA
A. Pengukuran Kinerja
Pengukuran
kinerja K3, sejalan dengan konsep manajemen modern, dilakukan sepanjang proses
SMK3 sejak tahap prencanaan sampai pelaksanaannya.
Pengukuran
dilakukan secara konsepsional agar dapat memberikan makna dan manfaat bagi
manajemen. Frand Bird dalam Loss Control Management menyusaikan tahap
pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan yang meliputi 3 tahap yaitu
pengukuran sebelum kejadian
((pre-contact), saat kejadian (contact) dan sesudah kejadian
(post-contact)
1.
Pengukuran
konsekuensi (Measurement of consequency)
Yaitu Pengukuran yang dilakukan setelah
kejadian (post-contact) seperti kecelakaan kerja, kebakaran, tumpahan minyak
dan lainnya. Metoda pengukuran kejadian ini telah banyak dikembangkan dan
dibakukan misalnya standard ANSI Z.16-1 atau BSL-OSHA (Bereau statistic of
Labour). Yang paling populer dan banyak digunakan adalah ukuran Frequency Rate
(FR ) dan severity Rate(SR) untuk kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kehilangan hari kerja. Bentuk lain yang banyak digunakan adalah kecelakaan
nihil (zero Accident) yang didasarkan jumlah jam kerja yang aman bebas dari
kecelakaan.
Ukuran kinerja ini hanya melihat aspek
kejadiannya tanpa memandang bagaimana proses pencegahan atau upaya pengendalian
yang telah dilakukan, sihingga sering dinilai kurang objektif jika digunakan
sebagai ukuran kinerja
2.
Measurement
of cause
Yaitu pengukuran faktor penyebab kejadian
misalnya kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman yang memicu terjadinya
kecelkaan. Dengan mengukur adnaya faktor penyebab ini dapat dinilai bagaimana
tingkat kerawanan dan kondisi K3 dalam suatu organisasi.
3.
Measurement
of control
Bertujuan untuk mengukur upaya pencegahan
atau pengendalian yang dilakukan dalam organisasi. Ukuran kinerja ini dititk
beratkan kepada upaya atau program K3 khususnya yang berkaitan dengan manajemen
K3. Sistem pengukuran ini lebih komprehensif, namun lebih rumit dan mmerlukan
sistem audit yang baik.
Teknik
pengukuran yang dapat digunakan antara lain:
1.
Hasil dari identifikasi bahaya, penakaran
risiko dan pengendaliannya.
2.
Inspeksi sistematik dengan menggunakan
daftar periksa.
3.
Inspeksi K3 misalanya dengan cara ‘’ walk
Through’’
4.
Inspeksi peralatan untuk meastikan
kelengkapan peralatan K3
5.
Safety sampling
6.
Environmental sampling
Contoh
Pengukuran Kinerja
Pengukuran
Angka Kecelakaan (Incident Rate)
Tingkat kekerapan
(Accident Frequency Rate) dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut.
FR =Jumlah Kecelakaan x 200.000
Jumlah Jam kerja orang
Catatan:
·
Jumlah kecelakaan adalah kejadian kecelakaan
yang mengakibatkan kehilangan hari kerja.
·
200.000 adalah rata-rata jam kerja dalam
setahun yang dihiting selama 8 jam sehari 40 jam seminggu x 50 minggu/tahun
·
Jumlah jam kerja orang adalah total jam
kerja dalam perusahaan untuk periode tertentu mislanya sebulan atau setahun
termasuk jam kerja lembur
Tingkat
keparahan kecelakaan (Saverity Rate=SR) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
SR=
jumlah hari hilang x 200.000
Jumlah jam kerja
B. Tujuan Melakukan Pengukuran
1. Menetukan
sejauh mana program K3 diterapakan dan pencapaiannya
2. Melakukan
pemeriksaan apakah pengendalian risiko telah diterapkan dan efektif
3. Mempromosikan
penerapan rencana dan pengendalian risiko untuk memberikan umpan balik bagi
semua pihak
4. Menyedikan
informasi yang dapt digunakan dalam melakukan peninjauan, dan juga Sangat
penting untuk melakukan perbaikan terhadap sitem manajemen K3
Ada
bebrapa indikator yang dapat digunakan sebagai indikator langsung kinerja K3.
Data kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai indikator langsung kinerja K3,
meskipun sebaiknya dalam mengukur kinerja K3 tidak hanya menggunakan data
kecelakaan kerja saja, tetapi juga menggunakan indikator lainnya seperti
standard house keeping,penggunaan APD, dan ketentuan Amabang batas
Permenaker 05/Men/1996
Mengatur
bagaimana sebuah organisasi melakukan pengukuran dan analisis terhadap kinerja
sistem manajemen K3-nya. Untuk itu organisasi harus menetapakan ketentuan
monitoring, pengukuran, analisis dan perbaikan yang diperlukan. Adalah tanggung
jawab organisasi menentukan aspek-aspek apa saja yang harus diukur, metode yang
digunakan, kapan dilakukan pengukuran dan pemantauan, dan bagaimana analisis
dilakukan. Setidaknya organisasi telah melakukan peenmantauan kinerja atas
aspek-aspek berikut ini:
1. Pencapaian
kebijakan dan sasaran K3
2. Keefetifan
penerapan sarana pengendali risiko
3. Program
pemahaman, pelatihan, komunikasi dan konsultasi pada karyawan dan pihak terkait
4. Informasi
yang dapat digunakan untuk meninjau atau memperbaiki Sistem Manajemen K3 yang
digunakan
5. Ketidak
sesuaian yang terjadi dalam lingkup Sistem Manajemen K3 seperti kecelakaan,
kerusakan dan penyakit akibat kerja
Input
yang digunakan dalam menerapkan tahap ini adalah:
1. Hasil
identifikasi bahaya potensial, penilaian dan pengendalian resiko
2. Persyaratan
peraturan dan perundang-undangan
3. Kebijakan
dan sasaran K3
4. Prosedur
penanganan ketidaksesuaian
5. Hasil
pengujian dan kalibrasi peralatan (mencakup kontraktor )
6. rekaman
Pelatihan( mencakup pemasok)
7. laporan
manajemen
C. peralatan Pengukuran
Pengukuran
K3 juga memerlukan berbagai perlatan alat ukur sesuai dengan kebutuhannya
misalnya:
1. pengukuran
kebisingan- soud level meter
2. pengukuran
cahaya
3. pengukuran
suhu
4. detektor
kebakaran
5. pengukuran
ketinggian (level)
6. pengukuran
gas beracun dan berbahaya (toxic gas detector)
alat ukur ini
sangat penting dan menentukan keselamatan operasi. Alat ini harus dirawat,
dikalibrasi dan digunakan sebagaimana mestinya.
Petugas yang
melakukan pengukuran harus kompeten dan terlatih melakaukan pengukuran dan
menganalisa hasilnya..
Hasil kalibrasi
dan pengukuran ini harus didokumnetasikan dan disimpan sebagai rekaman K3.
Jika diperlukan
hasil pengukuran harus dapat diverifikasi dan di validasi baik secara internal
maupun oleh pihak lainnya yang berwenang.
BAB VI
P2K3(Panitia
Pembina Kesehatan & Keselamatan Kerja)
A. Pengertian
P2K3 adalah
wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga kerja dalam
menangani masalah K3 di perusahaan
B.
Dasar Hukum pembentukan P2K3:
1. Pasal 10 ayat (1),(2) UU No.1 th 1970
2. Permen 02/MEN/1970
3. Permen 04/MEN/1987
C. Manfaat
P2K3:
1. Mengembangkan kerjasama bidang K3
2. Meningkatkan kesadaran TK ttg K3
3. Forum komunikasi dalam bidang K3
4. Meringankan beban semua pihak
D. Tugas
P2K3:
Memberikan saran dan pertimbangan di
bidang K3 pada pengusaha (diminta atau tidak)
1. Fungsi P2K3:
Ø Menghimpun dan mengolah data K3
Ø Mendorong ditingkatkannya:
Penyuluhan, Inspeksi,
Latihan dan Penelitian
E. Kegiatan
P2K3:
1. Identifikasi masalah K3
2. Diklat
3. Sidang-sidang (1 kali sebulan)
4. Rekomendasi
5. Audit K3
6. Analisa & mengolah data kecelakaan
7. Pelaporan kegiatan
F.
Keanggotaan P2K3:
Unsur : Pengusaha
& TK
Ketua :
Pimp.Perusahaan (DM)
Sekretaris: Ahli K3 / Petugas K3
Anggota :
Supervisor/Foreman/Pimp.Unit kerja/TK
yg dianggap mampu
G. Perusahaan
yang dapat membentuk P2K3:
1. Jumlah TK > 50
2. Jumlah TK <
50 org dgn tingkat bahaya besar
3. Jumlah TK < 50 org dalam kelompok centra
industri kecil dapat bergabung dalam satu wadah P2K3
H. Kendala:
1. Ketua bukan pimpinan perusahaan
2. Departemen tenaga kerja tidak masuk dalam struktur organisasi
hanya membina
Ø Pedoman dasar pelaksanaan P2K3
Ø Komitmen & kebijaksanaan yg telah ditetapkan harus
direncanakan, dilaksanakan & dipertanggungjawabkan
Ø Melakukan manajemen resiko melalui tindakan
perencanaan, penilaian dan pengendalian bahaya yang timbul
Ø Identifikasi fasilitas (konstruksi, desain) yg
memenuhi persyaratan K3, yg ditindaklanjuti dgn perbaikan
Ø Membangun sistem informasi & dokumentasi bid K3
(S.O.P & M.S.D.S)
Ø Mewujudkan SDM handal dgn training K3
Ø Mematuhi seluruh tatanan operasi(S.O.P), pemeliharaan
untuk menjamin keutuhan dan kehandalan operasi
Ø Melakukan prog. Investigasi kecelakaan & analisa
setiap kasus yang timbul, mencatat & melaporkan untuk mencegah terulangnya
kejadian yang sama
Ø Berfungsi sebagai crisis centre bila terjadi kondisi
darurat dengan fasilitas yang mendukung
Ø Penilaian terhadap rencana K3 & melakukan
perbaikan bila perlu
Ø Bila ada pihak ke-3/kontraktor, P2K3 berkewajiban
untuk membantu & meneruskan langkah-langkah tsb kepada mereka
BAB
VII
ALAT
PELINDUNG DIRI (APD)
A.
pengertian
Sarana
pengamanan diri adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah
bahaya dengan pekerja. Akan tetapi penggunaan APD bukanlah pengendalian dari
sumber berbahaya itu. Alat pelindung diri sebaiknya tidak digunakan sebagai
pengganti dari sarana pengendali risiko lainnya. Alat pengaman diri ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya.
Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih
efektif. Keberhasilan penggunaan APD tergantung jika peralatan perlindungannya:
1. Tepat
pemilihannya
2. Digunakan
secara benar
3. Sesuai
dengan situasi dan kondisi bahaya
4. Senantiasa
dipelihara
Peralatan
perlindungan diri (APD) inilah yang paling sering digunakan. Padahal kalau kita
analisis dalam jangka waktu lama terkait dengan biaya pemeliharaannya,
pengawasan dan potensi kecelakaan yang terjadi, dan kemudian kita kalkulasikan,
hasil yang didapatkan terkadang lebih mahal dibandingkan dengan jenis pengendali
risiko lainnya. Alat pelindung diri mencakup semua pakaian dan aksesoris yang
digunakan pekerja yang didesainuntuk menjadi pembatas sumber bahaya.
Alat
proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut tubuh yang
dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb:
1.
Kepala :
pengikaat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman
(safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.
2. Mata : kaca
mata pelindung (protective googles)
3. Muka : pelindung
muka (face shields)
4. Tangan
dan jari : sarung tangan(sarung tangan dan ibu jari terpisah, sarung
tangan biasa (gloves) ; perlindungan telapak tangan (hand pad), dan sarung
tangan yang menutupi peregelangan tangan sampai lengan (sleeve)
5. Kaki : sepatu
pengaman (safety shoes)
6. Alat
pernafasan : respirator, masker, alat bantu pernafasan
7. Telinga : sumbat
telinga, tutup telinga
8. Tubuh : pakaian
pekerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan
dingin, pakaian kerja lainnya
9. Lainnya : sabuk
pengaman
Dalam penggunaan
APD sebagai sarana pengendali risiko, organisasi sebaiknya melakukan evaluasi
secara mendalam terhadap peralatan yang digunakan dalam mengurangi risiko.
Penggunaan APD tetap membutuhkan pelatihan atau instruksi kerja bagi karyawan
yang menggunakannya, termasuk pemeliharaannya. Karyawan harus mengerti bahwa
penggunaan APD tidak menghilangkan bahaya akan terjadi. Jadi bahaya akan tetap
terjadi jika ada kecelakaan.
B. Masalah umum APD
1. Tidak
semua APD melalui pengujian labolatoris, sehingga tidak diketahui derajat
perlindungannya
2. Tidak
nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja
3. APD
terkadang dapat menciptakan bahaya baru.
4. Perlindungan
yang diberikan APDsulit untuk dimonito.
5. Kewajiban
pemeliharaan APD dialihka ndari pihak manajemen ke pekerja
6. Efektivitas
APD sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja
7. Keprcayaan
pada APD akan menghambat pengembangan kontrol teknologi baru
C. Masalah Pemakaian APD
1. Sisi
pekerja, tidak mau memakai dengan alasan :
a) Tidak
sadar/tidak mengerti manfaat pemakaiannya
b) Panas
c) Sesak
d) Tidak
enak dipakai
e) Tidak
enak dipandang
f) Berat
g) Mengganggu
pekerjaan
h) Tidak
sesuai dengan bahaya yang ada
i) Tidak
ada sangsi jika tidak menggunakaannya
j) Mengikuti
sikap atasan yang tidak memakai juga APD yang disediakan
2. Sisi
perusahaan
a) Ketidak
mengertian dari perusahaan tentang APD yang sesuai dengan jenis risiko yang ada
b) Sikap
dari perusahaan yang mengabaikan APD
c) Dianggap
hanya pekerjaan yang sia-sia karena tidak adanya pekerjaan yang mau memakai
d) Pengadaan
APD yang asal beli.
D. Masalah Pemakaian APD pada Pekerja
1.
Masalah
Alat pelindung Telinga
a. terjadi
risiko inspeksi
b. timbulnya
kesulitan komunikasi antar pekerja
c. memberatkan
kepala
d. menimbulkan
rasa sakit karena jepitan pelindung telinga yang terlalu kuat
e. tidak
nyaman dalam penggunaannya.
2.
Masalah dalam penggunaan sarung tangan
Mengurangi kepekaan tangan dan jari
3.
Masalah pelindung mata
Sebuah lembaga studi BLS di amerika Serikat melakukan survai dan
mendaptkan hasil bahwa 60% pekerja yang mengalami kecelakaan atau kerusakan
pada matanya disebabksn karena tidak menggunakan alat pelindung mata,
didapatkan kesimpulan atas masalah yang terkait dengan alat pelindung mata
sebagai berikut:
a.
dapat membatasi pandangan
b.
menimbulkan kabut, noda da
ngoresan luka kecil
c.
tidak dapat melihat secara
jelas
d.
beberapa kaca mata pelindung
tidak memberikan pelindung total, sehingga benda-benda tetap bisa masuk dari
samping.
Sebuah alat pelindung mata harus memberikan perlindungan terhadap bahaya
yang dapat terjadi pada mata atau muka dari partikel-partikel yang melayang,
metal yang melebur,cairan kimia,asam,gas, atau uap kimia, radiasi cahaya atau
kombinasi hal-hal tersebut.
Karena itu perlindungan mata harus memenuhi parameter-parameter sebagai
berikut
a)
Memberikan perlindungan
sesuai dengan tujuan desainnya
b)
Memberikan kenyamanan
c)
Dilengkapi dengan jepitan
yang tepat sehingga tidak dapat dimasuki oleh benda yang melayang dari samping
d)
Tahan lama
e)
Mudah dibersihkan
4.
Maslah dalam Penggunaan Respirator
a.
Penutup muka yang buruk
seperti, dapat menimbulkan jerawat dapat membuat rambut terjepit, tidak sesuai
dengan ukuran wajah dan meninbulkan iritasi pada bekas luka.
b.
Pemeliharaan yang tidak
baik.
c.
Tidak nyaman dalm menghirup
udara.
d.
Menimbulkan sesak nafas
e.
Menghirup kembali udara yang
dihembuskan.
f.
Kesulitan komunikasi
g.
Tidak memiliki standar
filter udara yang sesuai
BAB VIII
AUDIT K3
AUDIT K3
A. Pengertian
Sesuatu orgainsasi melakukan alat atau cara untuk menilai apakah
pelaksanaan K3 telah berhasil atau tidak. Salah satu cara penilaian adalah
dengan melakukan Audit K3 sebagai bagian dari siklus Plan-Do-Check-Action.
Melalui audit, organisasi akan mengetahi kelebihan dan kekurangannyasehingga
dapat melakukan langkah-langkah penyempurnaan berkesinambungan.
B. Tujuan
internal audit K3
Adapun tujuan internal Audit K3 antara lain:
1.
Untuk memastikan apakah
sistem manajemen K3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah di
tetapkan dan sesuai dengan persyaratan dan standar OHSAS 18001
2.
Untuk mengetahui apakah
sistem manajemen K3 tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya diseluruh
jajaran sesuai dengan lingkup pelaksanaannya
3.
Memastikan apakah sistem
manajemen K3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab semua isu K3 yang ada
dalam organisasi guna menghindari SMK3
yang salah arah, virtual, atau random
OHSAS 18001 mensyarakan audit internal dilakukan secara berkala dengan
persyaratan sebagaai berikut:
1.
Tim audit harus bersifat
independen. Pengertian Independen tidak harus berasal dari luar organisasi,
tetapi dapat diambil dari lingkungan organisasi dengan syarat tidak terikat
atau memilik kepentingan dengan unit/bagian atau depertemen yang akan di audit
2.
Tim audit harus memiliki
kompetensi melakukan audit K3.
3.
Hal ini sangat penting untuk
mendapatkan hasil auidt yang baik dan bermanfaat. Karena itu tim audit
sebaiknya diberi pelatihan mengenai audit SMK3 yang menyangkut pemahaman
mendasar mengenai sistem manajemen OHSAS 18001 dan tata cara melakukan audit.
C. Tim Audit K3
Tim internal audit K3 sebaiknya terdiri dari berbagai disiplin atau
fungsi dalam organisi yang terdiri atas ketua, sekretaris, anggota tetap dan
anggota tidak tetap
Ketua tim bertugas mengkordinir seluruh aktivitas internal audit mulai dari
prencanaan,persiapan, pelaksanaan lapangan dan pelaporan.
Sekretaris
tim bertugas membatu ketua tim dalam mengkoordinir audit, termasuk mencatat
dan memproses hasil audit secara lengkap, menyiapkan kebutuhan tim audit,
mengatur pertemuan dan menyiapkan laporan audit
Anggota
tetap bertugas menyusun persiapan audit yang bersifat
teknis seperti daftar periksa audit, persyaratan teknis dan program pemeriksaan.
Anggota tetap terdiri dari berbagai unsur sesuai dengan berbagai keperluan
misalnya dari fungsi teknik, operasi, produksi, pemeliharaan, keselamatan kerja
dan medis.
Anggota
tidak tetap bertugas memberi informasi tambahan dan
diundang bila ada hal-hal yang penting berkaitan dengan keahlian mereka
masing-masing
Secara umum tugas dan tanggungjawab tim Audit adalah sebagai berikut:
1.
Menetukan sasaran, cakupan,
kekerapan dan metoda audit serta menyusun rencana kerja dan daftar pelaksaan
audit. Serta menyusun rencana kerja ini harus lengkap dan mencakup daerah yang
ditinjau, saat peninjauan, penyebaran laporan, rencana tindak lanjut, dan
rencana tanggal pelaporan.
2.
Mengembangkan daftar periksa
serta standar penilaian yang digunakan. Untuk itu mereka harus mempelajari
tentang unit yang akan di audit , seperti proses produksi, material, jenis
kegiatan pekerja, peralatan teknis, dan lainnya.
3.
Melakukan pemeriksaaan
secara obyektif ketempat kerja, mengevaluasi pelaksanaan prosedur dan manajemen
K3, melakukan wawancara dengan pekerja untuk pembuktian (verifikasi)
4.
Meyusun laporan audit serta
saran perbaikan
D. Lingkup Audit
Internal
Audit internal yang dilakukan secara sistematis dan komprehensif yang
mencakup semua aspek dalam sistem manajemen K3. Karena itu untuk mendukung
hasil audit, diperlukan berbagai masukan antara lain :
1.
Dokumentasi sistem manajemen
K3,untuk melihat apakah sudah memadai dengan persyaratan OHSAS 18001
2.
Kebijkan dan komitmen
manajemen mengenai K3, yang dapat dilihat baik dari dokumen tertulis maupun
dalam implementasinya
3.
Objektif K3, umtuk
memastikan apakah telah terpenuhi atau telah sejalan dengan persyaratan yang
ditetapka, baik dari segi proses pengembangan,substansi dan pemantauan.
4.
Prosedur yang berkaitan
dengan K3 termasuk keadaan darurat, ijin kerja aman, pengelolaan material
berbahaya dan lainnya.
5.
Catatan pertemuan atau rapat
K3 untuk memantau apa saja aktivitas K3 yang berjalan dalam organisasi.
6.
Rekaman kecelakaan dan
kejadian, termasuk hasil penyeledikan insiden yang dilakukan. Auditor akan
melihat apakah proses penyelidikan insiden dijalankan dengan baik dan ditindak
lanjuti sesuai dengan persyaratan.
7.
Persyaratan perundangan
termasuk ijin, sertifikat, hasil pemeriksaan dan lainnya.
8.
Rekaman pelatihan, termaasuk
prencanaan, pelaksanaan, evaluasi, peserta dan judul pelatihan.
9.
Laporan dari hasil audit,
inspeksi atau pemeriksaan K3 yang pernah dilakukan sebelumnya.
10.
Tindakan koreksi yang
disyarakatkan dan pelaksanaannya
11.
Laporan ketidak sesuaian
yang pernah dilakukan dari hasil audit sebelumnya
12.
Hasil tinjau ulang manajemen
yang dilakukan dan tindak lanjutnya.
E. Tahapan
Audit
Secara umum kegiatan audit dilakukan dalam beberapa tahapan berikut ini:
1.
Persiapan
Menetapkan lokasi yang aka ndi audit, ruang
lingkup, jadwal serta pemberitahuan kepada pejabat atau pengawas yang akan di
audit sehingga mereka dapat melakukan persiapan seperlunya.
2.
Memeriksa perlengkapan audit
yang diperlukan seperti komputer, printer, alat tulis
3.
Presentasi pembukaan
Pertemuan dengan pihak yang akan di audit untuk
memperkenalkan tim audit, maksud dan tujuan audit K3 yang akan dilakukan, dasar
dan pedoman audit. Dalam kesempatan ini pihak yang di audit juga dapat
menjelaskan kondisi fasilitasnya serta hasil audit yang pernah dilakukan
4.
Koordinasi tim Audit
Anggota tim audit melakukan koordinasi internal
dengan seluruh anggota tim audit, membuat daftar periksa, rencana wawwancara
dan pihak-pihak atau pekerja yang akan diwancarai.
F.
Hasil Audit
Setelah
melakukan audit,auditor harus membuat laporan temuan. Laporan temuan ini harus
jelas dan dapat di telusuri. Laporan audit di beri tanggal dan di tanda tangani
oleh auditor. Laporan temuan audit sebaiknya memiliki item-item sebagai
berikut:
1.
Sasaran dan lingkup audit
2.
Anggota tim auditor dan
perwakilan auditte, dan subyek yang di audit
3.
Dokumen referensi
4.
Ketidak sesuaian yang
ditemukan
5.
Penilaian auditor terhadap
temuan tersebut dan derajat kesesuaiannya dengan OHSAS 18001
6.
Distribusi laporan audit.
Laporan audit harus di tindak lanjuti segera fdan diperbaiki sesuai dengan
tingkat temuannya yang ada. Monitoring tindak lanjut audit merupakan hal yang
sangat penting.
BAB IX
PENCEGAHAN
KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA
A. Pengertian
1.
Kebakaran merupakan resiko tinggi yang dapat
menyebabkan kerusakan bangunan, kematian, berhentinya proses produksi maupun
rusaknya lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan
kebakaran.
2.
Kebakaran timbul karena perpaduan
3 unsur yaitu Oksigen (O2),
Bahan Mudah Terbakar dan Panas
3.
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai
akan faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan
mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi
kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan
beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur
atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan
penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya
baik segi siap-pakainya maupun dari segi mudah dicapainya.
B.
Pengenalan Kelas-Kelas Kebakaran
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas,
yaitu:
1.
Kelas A
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas, kayu,
plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas
ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam Kebakaran
(APAR) atau racun api tepung kimia kering.
2.
Kelas B
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan,
misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya. Media
pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR)
atau racun api tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena
berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila
kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana
3.
Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listrik. Media pemadaman kebakaran untuk
kelas ini berupa: Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia
kering. Matikan dulu sumber listrik agar kita aman dalam memadamkan kebakaran
C. Prinsip
Pemadaman Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang
tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi
karena persenyawaan dari:
1.
Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis
atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
2.
Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan
bakar, kayu, plastik dan sebagainya.
3.
Oksigen (tersedia di udara)
Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan
terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda mudah
terbakar, misalnya Dilarang Merokok ketika Sedang Melakukan Pengisian Bahan
Bakar, Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan
adanya Oksigen dalam kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita
menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin
tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk
dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang
mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan APAR, karung
goni yang basah dan pasir yang terjadi adalah kita mengisolasi adanya oksigen
dalam api tersebut asal semua permukaan api tertutupi oleh ketiga media
pemadaman tersebut dan api akan mati seperti lilin yang kita tutup memakai
gelas tadi. Bila kita menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi
reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
D. Peralatan
Pencegahan Kebakaran
1.
APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan
ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk
jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya,
sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang
mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar
terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2
Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut
ada yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia.
2.
Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran
halaman dan hydran kota, sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung,
untuk hydran halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya
ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu
kota mengambil cadangan air.
3.
Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan
yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang
apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk
pemakaian dalam gedung.
4.
Fire Alarm
Peralatan
yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya
kebakaran pada suatu tempat
5.
Sprinkler
Peralatan
yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara
otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana
ada sprinkler tersebut
E. Pencegahan
Kebakaran
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan
perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola
kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya
kebakaran.
Kita
mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
1.
Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran
pada gedung itu.
2.
Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet,
dan lain-lain
3.
Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala
api rokok dan lain-lain
4.
Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
a.
Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
b.
Recovery / Pemulihan
mergency
Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K,
Prosedur- Prosedur, dan lain-lai
BAB
X
KEBIJAKAN
PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
A. Kebijakan
1.
Pengertian
Kebijkan
merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen seperti Manajemen
Lingkungan, Manajemen Mutu dan lainnya. Kebijkan merupakan roh dari semua
sistem yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu
usaha.
Kebijkan
K3 (OH&S policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang
memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
Oleh
karena itu, kebijkan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang
diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi yang ada
dalam organisasi sehingga program K3 yang diniginkan dapat berhasil dengan
baik.
2.
Kriteria
kebijkan K3
Suatu kebijkan K3 yang baik disyaratkan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a) Sesuai
dengan sifat dan skala dan skala risiko K3 dari organisasi.
b) Mencakup
komitmen untuk perbaikan berkelanjutan
c) Mencakup
komitmen ketaatan untuk memenuhi peraturan K3 dan persyaratan lainnya yang
berhubungan dengan organisasi.
d) Terdekomuntasi,
diterapkan dan dipelihara.
e) Dikomunikasikan
pada seluruh personel dengan menekankan karyawan untuk peduli dengan kewajiban
K3-nya
f) Tersedia
pada pihak terkait.
g) Ditinjau
secara priodik untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan
sesuai dengan organisasi.
3.
Proses
pengembangan Kebijakan K3
Banyak
organisasi yang memiliki kebijkan K3 yang indah dan tetulis rapi dalam bingkai
kaca. Namun kebijakan ini seringkali hanya berupa slogan kosong yang tidak
tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor
penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang
baik.
Pengembangan
Kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor berikut.
b. Kebijakan
dan obyektif organisasi secara korporat.
Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan
umum atau strategi bisnis yang di tetapkan. Sering kebijakan tidak bisa
diimplementasikan karena tidak sejalan atau tidak mempertimbangkan kebijakan
organisasi secara menyeluruh, misalnya rencana pengembangnan Produk, jasa,
teknologi dan bisnis.
c. Risiko
dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi
Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespons
risiko K3 yang ada dalam organisasi.
d. Peraturan
dan standard K3 yang berlaku
Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standard
lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi.
e. Kinerja
K3
Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja
K3 sebelumnya, sehingga kebijkan K3 dapat menjadi pedoman untuk penigkatan
berkelanjutan
f. Persyaratan
pihak luar
Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait
dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah dan pihak
lainnya.
g. Peningkatan
Berkelanjutan
Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk
peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi
masih hidup atau beroperasi.
h. Ketersediaan
sumberdaya
Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena
sumberdaya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya Kebijakan K3 sering dibuat
tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumberdaya yang tersedia,
sehingga tidak mampu direalisir.
i.
Peran Pekerja
B.
Persyaratan
Permenaker 05/MEN/1996
Kebijkan
Keselamatan dan kesehatan kerja Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
addalah suatu pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh pengusaha dan atau
pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang
mencakup kegiatan perusahaan secra menyeluruh yang bersifat umum dan atau
oprasional.
Kebijakan keselamtan dan kesehatan kerja dibuat melalui
proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudia harus
dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan
pelanggang. Kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka
peningkatan kinerja K3.
C. landasan hukum k3
1.
Landasan
Hukum Yang Berkaitan Dengan Pegawasan Kesehatan Kerja
Ø
Undang-undang No. 13 tahun 2003
Ø
Undang-undang No. 3 tahun 1951
Ø
Undang-undang No. 21 Tahun 2003
Ø
Undang-undang No. 1 tahun 1970
Ø
Undang-undang No. 3 tahun 1992
Ø
Undang-undang No. 32 tahun 2004, Jo.
PP No. 25 Tahun 2000
Ø
Kepmendagri No. 130-67 Tahun 2002
2.
Ruang
Lingkup Kesehatan Kerja (Obyek Pengawasan)
Pelayanan Kesehatan Kerja, SDM
bidang kesehatan kerja,, Kelembagaan bidang kesehatan kerja, Ergonomi kerja,
P3K di tempat kerja, Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, Penyakit Akibat Kerja
(PAK), Penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja/Gizi kerja, Higiene industri,
Toksikologi industri, Psikologi kerja, Emergency respon di tempat kerja.
3.
Undang-undang
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan: Pasal
86
a.
Setiap pekerja / buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas :
·
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
·
Moral dan Kesusilaan
·
Perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
b.
Untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan
Pasal 86 :
Upaya keselamatan dan kesehatan
kerja dimaksudkan untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Pasal
87
(1) Setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4.
Undang-undang No. 3 Tahun 1951
Tentang Pernyataan Berlakunya UU Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Dari RI Untuk
seluruh Indonesia.
Pengawasan perburuhan antara lain diadakan guna mengawasi berlakunya UU dan Peraturan Perundangan Perburuhan pada khususnya.
Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya akan menetapkan pegawai-pegawai mana yang diberi kewajiban untuk menjalankan pengawasan perburuhan.
Pengawasan perburuhan antara lain diadakan guna mengawasi berlakunya UU dan Peraturan Perundangan Perburuhan pada khususnya.
Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya akan menetapkan pegawai-pegawai mana yang diberi kewajiban untuk menjalankan pengawasan perburuhan.
5.
UU No. 21
tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 concerning Labour
Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan Di Industri dan Perdagangan)
Ø
Sistem pengawasan ketenagakerjaan
harus diterapkan di semua tempat kerja berdasarkan perundang-undangan.
Ø
Sistem pengawasannya dilakukan oleh
Pengawas Ketenagakerjaan
6.
Undang-undang
No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan kerja :
·
Syarat-syarat Keselamatan Kerja
berisi lebih dari 50% syarat-syarat Kesehatan Kerja. Dirjen Binwasnaker
melakukan pengawasan umum terhadap UU ini. Pegawai Pengawas dan Ahli K3
ditugaskan menjalankan pengawasan Langsung thd ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.
·
Pemeriksaan Kesehatan TK dilakukan
oleh Dokter yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi khusus (dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja).
·
Kebijakan Nasional menjadi tanggung
jawab Menteri Tenaga Kerja shg terjamin pelaksanaannya secara seragam dan
serasi bagi seluruh Indonesia.
7.
P. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom.
Kewenangan Pemerintah di bidang Ketenagakerjaan adalah seperti pada Pasal 2 ayat 3 yaitu :
Kewenangan Pemerintah di bidang Ketenagakerjaan adalah seperti pada Pasal 2 ayat 3 yaitu :
a.
Penetapan
kebijakan hubungan industrial, perlindungan pekerja dan jamsos pekerja.
b.
Penetapan
standar keselamatan kerja, kesehatan kerja, hygiene perusahaan, lingkungan
kerja dan ergonomi.
c.
Penetapan
pedoman Penentuan kebutuhan fisik minimum.
d.
Kepmendagri
No. 130-67 tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota:
Kewenangan Bidang Ketenagakerjaan
khususnya perlindungan tenaga kerja :
1.
Bimbingan pencegahan kecelakaan
kerja
2.
Bimbingan kesehatan kerja
3.
Bimbingan pembentukan P2K3
4.
Pengawasan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
5.
Pemeriksaan Kecelakaan kerja
6.
Pemberdayaan pelaksanaan kegiatan
Ahli K3
7.
Pemberdayaan pelaksaan kegiatan PJK3
8.
Pelaksanaan Penerapan SMK3
9.
Pemberian ijin Pengesahan Sertifikat
K3
10. Menyediakan
pelanggaran norma
D.
Undang-undang tentang Keselamtan dan Kesehatan Kerja
1.
Undang –undang no.8 tahun 1998 tentang perlindungan komsumen antara
lain pasal 2 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berdasarkan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen. Selanjutnya pada
pasal 4 menyebutkan mengenai hak konsumen antara lain hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan /atau jasa. Didalam
perundangan ini terkandung aspek keselamatan konsumen (consumer safety) dan
keselamatan produk (produk Safety).
2.
Undang-undang No. 22 tentang Migas
Undang-undang
mengenai Migas ini memasukkan aspek keselamatan sebagai salah satu persyaratan
dalam pengelolaan migas yang harus dipenuhi oleh bada usah Migas antara lain
pasal 40 ayat (2) : Badan Usaha Tetap menjamin hidup dan mentaati ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi.
3.
Undang-undang No. 19/1999 Tentang Jasa Konstruksi
Perundangan
ini berkaitan dengan keselamatan konstruksi (construction Safety) dan
keselamatan bangunan (building Safety) antara lain pasal 23 menyebutkan bahwa
menyelenggarakan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, keselamtan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerja konstruksi.
4.
Undang-Undang No 28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Gedung
memuat aspek keselamtan bangunan (building Safety) antara lain: Pasal 16 : persyaratan keandalan bangunan
gedung meliputi persyaratan keselamtan, Kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
a.
Pasal 17 : persyaratn keselamatan
bangunan gedung sebagaimana meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung
untuk mendukung beban muatan, sertaa kemampuan bangunan gedung dalam mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan
sosial menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang jaminan Sosial Tenaga
Kerja ( Disingkat UU Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bantunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau
atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat menghadapi
risiko sosial berupa pristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau
hilangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya penigkatan perlindungan
tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang bertujuan untuk
memberikan ketenangan bekerja dan menjamin kesejahteraan tenaga kerja beserta
keluarganya.
Tenaga
kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan kecelakaan kerja
(pasal 8, ayat(1)). Jaminan kecelakaan kerja meliputi:
a. Biaya
pengangkutan
b. Biaya
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan
c. Biaya
rehabilsasi
d. Semua
berupa uang yang meliputi:
1. Santunan
sementara tidak mampu bekerja
2. Santunan
cacat sebagian untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental
3. Santunan
kematian (Pasal 9)
BAB
XI
MANAJEMEN
RISIKO DI TEMPAT KERJA
A. Pengertian
1.
Manajemen adalah suatu proses yang
terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia
dan sumberdaya lainnya”
Risiko adalah Risiko
adalah Kemungkinan
cidera/kerusakan yg dpt terjadi dari
suatu bahaya.
Manajemen
risiko adalah Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur
dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian,
penanganan dan pemantauan serta review risiko.
Manajemen risiko
merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang diibaratkan sebagai mata uang
dengan dua sisi.manajemen risiko memberikan warna dan arah terhadap penerapan
dan pengembangan system manajemen K3.jika tidak ada bahaya dan tidak ada
risiko,maka upaya K3 tentu tidak diperlukan dan sebaliknya manjemen K3
diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko.
Oleh karena itu,sebelum mengembangkan program K3,terlebih dahulu harus diketahui apa saja risiko dan potensi bahaya yang terdapat dalam kegiatan organisasi.selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagia berikut.
Oleh karena itu,sebelum mengembangkan program K3,terlebih dahulu harus diketahui apa saja risiko dan potensi bahaya yang terdapat dalam kegiatan organisasi.selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagia berikut.
a. Manusia
(human approach).
b. Teknis
(engineering) seperti sarana,mesin peralatan atau material dan lingkungan
kerja.
c. System
dan prosedur,yang berkaitan dengan pengoperasian,cara kerja aman atau system
manajemen k3.
d. Proses
,misalnya proses secara kimia atau fisis.
B.
Proses
manajamen Risiko
Mengelolah
risiko harus secara komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko
sebagaimana terlihat dalam managementStandard AS/NZS 4360, yang meliputi:
1.
Penetuan konteks
2.
Identifikasi risiko,
3.
Analisa risiko,
4.
Evaluasi risiko,
5.
pengendalian risiko,
6.
komunikasi dan
7.
pemantauan dan tinjau ulang.
1.
Pemantapan Konteks
a.
Konteks
Strategik : Ass. Internal dan eksternal unit
b.
Konteks
Organisasi : Ass. Thd Manajemen & Organisasi
Manajemen melibatkan dalam
pengambilan keputusan Terkait dengan kebijakan organisasi secara keseluruhan
Terkait dengan alokasi sumber daya (personil, finansial, dll)
c.
Konteks
Pengelolaan Risiko : Ass. Terhadap ruang lingkup yg lebih besar s/d pemerintah.
2.
Identifikasi Bahaya
Tahap pertama dalam kegiatan manajemen
risiko dimana kita melakukan identifikasi bahaya yang terdapat dalam suatu
kegiatan atau proses :
Ada tiga pertanyaan yang dapat
dipakai sebagai panduan
Apakah ada sumber untuk menimbulkan
cedera/loss ?
Target apa saja yang
terkena/terpengaruh bahaya ?
Bagaimana mekanisme cedera/loss
dapat timbul?
Apakah ada sumber untuk menimbulkan
cedera? Sumber bahaya ditempat kerja dapat berasal dari :
bahan / material, alat/mesin,
proses, lingkungan kerja, metode kerja, cara kerja, produk
Terget yang mungkin terkena/terpengaruh
sumber bahaya : Manusia ,
Produk, Peralatan/fasilitas, Lingkungan Proses, Reputasi, Lainnya??
sejalan dengan
proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya
dan penilaian risiko sebagai berikut:
a)
Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non
rutin. Tujuannhya agar semua bahaya yang ada dapat diidentifikasi dengan baik
termasuk potensi bahaya yang dapat timbul dalam kegiatan yang bersifat non
rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya.
b)
Mencakup seluruh altivitas individu yang memiliki akses ketempat
kerja.sesuai ketentuan dalam undang-undang no.1 tahun1970, perlindungan
keselamtan berlaku bagi setiap orang yang berada di tempat kerja termasuk pihak
lain yang masuk ketempat kerja. Karena itu identifikasi bahaya juga
mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasii seperti kontraktor,
pemasok, atau tamu.
c)
Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia
harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi dan penilaian risiko.
d)
Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat
menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di
tempat kerja.
e)
Bahaya yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan
dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi.
f)
Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja,
baik yang disediakan organisasi atau pihak lain.
g)
Perubahan dalam orgaanisasi, kegiatan atau material
h)
Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi termasuk
perubahan sementara harus memperhitungkan potensi bahaya K3 dan dampaknya
terhadap operasi, proses, dan aktivitas.
i)
Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian
risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan
j)
Rancangan l;ingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan,
presedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasi terhadap kemampuan
manusia.
C. Tehnik Identifikasi Bahaya
Banyak alat bantu yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja. Beberapa metode/tehnik tersebut
antara lain :
Inspeksi , Pemantauan/survey, Audit,
Kuesioner , Data-data statistik
1.
Penilaian Risiko/Risk Assessment
Penilaian suatu risiko dengan cara
membandingkannya terhadap tingkat atau karena risiko yang telah ditetapkan.
2.
Analisa Dan Penilaian Risiko
a.
Peluang (Probability) : Yaitu kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/kerugian ketika terpapar
dengan suatu bahaya. Peluang orang jatuh karena melewati jalan licin. Peluang
untuk tertusuk jarum. Peluang tersengat listrik. Peluang supir menabrak
b.
Akibat (Consequences)
Yaitu tingkat keparahan/kerugian
yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/loss akibat bahaya yang ada. Hal ini
bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan, dll Contoh : Fatality atau
kematian, Cacat, Perawatan medis, P3K
3.
Acuan Dalam Penilaian Risiko
Agar penilaian yang kita lakukan
seobjective mungkin maka perlu mengumpulkan informasi sebelum menilai resiko
dari suatu akitivitas :
Informasi tentang suatu aktivitas
(durasi, frekuensi, lokasi dan siapa yang melakukan Tindakan pengendalian
risiko yang telah ada Peralatan/mesin yang digunakan untuk melakukan aktivitas
Bahan yang dipakai serta sifat-sifatnya (MSDS) Data statistik
kecelakaan/penyakit akibat kerja (internal & eksterbal) Hasil studi,
survey/pemantauan, Literature Benchmark pada industri sejenis Penilaian pihak
spesiality/tenaga ahli, dll
4.
Metode Penilaian Risiko
Ada 3 cara dalam penilaian risiko yaitu : Kualitatif, Semi kuantitatif, Kuantitatif
Ada 3 cara dalam penilaian risiko yaitu : Kualitatif, Semi kuantitatif, Kuantitatif
Metode ini
pada prinsipnya hampir sama dengan analisa kualitatif, perbedaannya pada metode
ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada dinyatakan dengan nilai/skore
tertentu
a.
Analisa Kuantitatif
Metode ini dilakukan dengan
menentukan nilai dari masing-masing parameter yang didapat dari hasil analisa
data-data yang representatif . Analisa terhadap nilai peluang atau akibat
dilakukan dengan beberapa metode seperti : analisa statistik, model komputer,
simulasi, fault tree analysis, dll
D.
Penanganan Risiko
Berdasarkan penilaian risiko
kemudian ditentukan apakah risiko tersebut masih bisa diterima (acceptable
risk) atau tidak (unacceptable risk) oleh suatu organisasi
Apabila risiko tersebut tidak bisa
diterima maka organisasi harus menetapkan bagaimana risiko tersebut ditangani
hingga tingkat dimana risikonya paling minimum/sekecil mungkin. Bila risiko
mudah dapat diterima/tolerir maka organisasi perlu memastikan bahwa monitoring
terus dilakukan terhadap risiko itu.
1.
Risiko yang bisa diterima
Menentukan suatu risiko dapat
diterima akan tergantung kepada penilaian/pertimbangan dari suatu organisasi berdasarkan
:
Tindakan pengendalian yang telah ada
Sumber daya (finansial, SDM, fasilitas, dll) Regulasi/standard yang berlaku
Rencana keadaan darurat
Catatan : walau suatu risiko masih
dapat diterima tapi tetap harus dipantau/dimonitor
2.
Cara Menangani Risiko
Bila suatu risiko tidak dapat diterima maka harus
dilakukan upaya penanganan risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan/kerugian.
Bentuk tindakan penanganan risiko dapat dilakukan sebagai berikut :
Hindari risiko, Kurangi/minimalkan
risiko, Transfer risiko dan Terima risiko
E. Hirarki Pengendalian Risiko K3
1.
Eliminasi : Menghilangkan
suatu bahan/tahapan proses berbahaya
2.
Substitusi : Mengganti
bahan bentuk serbuk dengan bentuk pastaProses menyapu diganti dengan vakum
Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen Proses pengecatan spray diganti
dengan pencelupan
3.
Rekayasa Teknik : Pemasangan alat pelindung mesin (mechin guarding) Pemasangan general dan
local ventilationPemasangan alat sensor otomatis
4.
Pengendalian Administratif : Pemisahan lokasi, Pergantian shift kerja, Pembentukan
sistem kerja, Pelatihan karyawan
5.
Alat Pelindung Diri ( APD ) : Helmet, Safety Shoes, Ear plug/muff, Safety goggles
F.
Pemantauan Dan Tinjauan Ulang
Setelah rencana tindakan
pengendalian risiko dilakukan maka selanjutnya perlu dipantau dan ditinjau
ulang apakah tindakan tersebut sudah efektif atau belum
Bentuk pemantauan antara lain : Inspeksi, Pemantauan Lingkungan dan
Audit
BAB
XI
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk
mencegah kecelakaan kerja, sebelumnya harus diketahui sebab dari kecelakaan
tersebut, baru dapat dicari jalan pemecahannya. Penyebab utama yang sering terjadi adalah situasi dan perilaku pekerja yang tidak aman yang terjadi di dalam perusahaan, dan akar penyebabnya adalah
kurangnya penanganan keselamatan dan
kesehatan kerja di dalam perusahaan.
Oleh
sebab itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, adalah dengan cara
memperkuat penanganan keselamatan dan kesehatan kerja, dorongan agar perusahaan benar-benar melaksanakan penanganan
keselamatan dan kesehatan kerja. Data
ini adalah data penting statistik kecelakaan kerja dan analisa kejadian demi mencegah terjadinya kecelakaan yang sama,
tujuan utamanya adalah untuk menentukan
bagaimana kesalahan itu terjadi. Apabila kita dapat menggunakan data
dengan baik, maka
kecelakaan yang sama atau bahkan kecelakaan yang lebih serius
dapat dihindari.
Saran
Hendaknya
pihak perusahaan bekerjasama dengan pihak lain yang bergerak dalam bidang
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk melakukan pelatihan pada
seluruh pekerjanya
Penggunaan
alat pelindung Diri hendaknya menajdi suatu kewajiban bagi seluruh pekerja,
sehingga seluruh pekerja, sehinggga seluruh pekerja dapat terhindar dari
akibaat faal kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ramli,
Soehatman.2010.Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.Seri
manajemen K3 01.Jakarta : Dian Rakyat.
Suardi, Rudi.2007.Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja(panduan penerapan Berdasrkan OHSAS
18001 & Permenakers 05/1996).seri manajemen operasi no11. jakarta:
PPM
Suma’mur.2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja(HIPERKES).
Jakarta:Sagung Seto
http://ajago.blogspot.com/2007/12/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di.html diakses
tanggal 24 juli 2012
http://nofareni.wordpress.com/2011/04/18/keselamatan-dan-kecelakaan-kerja-k3/ diakses
tanggal 24 juli 2012
http://www.pusatk3.com/
diakses tgl 25 juli 2012
www.gatra.comdiakses diakses tanggal 24 juli 2012
http://www.konsultank3.com/hubangan-manajemen-risiko
dan-manajemen-k3-198.html diakses tanggal 25 juli 2012
http://okleqs.wordpress.com/2008/01/05/manajemen-risiko/
diakses tanggal 25 juli 2012
http://nasional.inilah.com/read/detail/1839600/99-ribu-kasus-kecelakaan-kerja-di-2011
diakses tanggal 29 juli 2012