Tukang tambal ban
Di
tepi jalan pettarani seseorang duduk di atas kursi roda, memutar roda penopang
tubuh yang lemah, kedua kaki tak ada lagi yang menopang tubuh, tapi tangan
masih kokoh untuk meringankan cekitan kesulitan, masih kuat mengais rezeki,
tiada pucat kegelisahan akan ganasnya kehidupan, nafkah terus di nanti dalam
sabar, gubuk kecil dan sebuah mesin tambal ban setia mendampingi perjalanan
hidupnya. mesin tambal ban penyambung hidup menanti roda kehidupan, baju lusuh
dan celana pendek kini terlihat panjang karna kaki tak terlihat lagi panjang,
tubuh lebih banyak duduk dan kaki tak ada lagi yang berdiri, jari-jari kaki
telah sirna bersama lutut kini tinggal paha dan tubuh bagian atas yang masih
kokoh bersamanya memacuh adrenalin hidup, menyapu harapan membuang iba, dan
sebuah motor bebek yang telah di modifikasi yang dapat digunakan sendiri.
menjangkau jarak yang jauh dari tempatnya. Motor itu menaruh harapan besar terhadap
kehidupannya yang dapat membantu kelemahannya, duduk termenung sendiri dengan
isapan sebatang rokok mengeluarkan kepulan asap menyaksikan kendaraan lalu
lalang di depannya, berharap ada orang mengalirkan sebagian rezekinya, untuk
menumpahkan rupiah atas jasanya. Duduk Sendiri di atas kursi roda serasa sepi,
tatapannya sunyi dalam kekawatiran kini cahaya mulai redup, cahaya putih terang
benderang telah tergiring ketimur dan mulai tampak mega merah menghiasi langit
biru. Sesekali mobil berhenti menurunkan muatannya tak kunjung pengendara mesin berhenti menggunakan
jasa alat tambal ban si puntung. Tubuh gemuknya tetap setia menunggu walau
penantiannya itu tak pasti,tiba-tiba terlihat dari dalam lorong, sebuah motor
bebek satria dengan memakai baju dinas di tutupi jaket tentara di luarnya,
menawarkan pertolongan, aku hanya menyimak, aku bersyukur ternyata ada juga
yang mendengar ratapan penantiannya, tapi aku takjup dengan kondisi ban motor
si pria yang setengah baya itu mengapa kedua ban kendaraan bermesinnya itu,
kedua rodanya kempes, dengan senyum ramah si pengendara itu mengatakan daeng
kompa, dengan tidak menunggu lama si puntung bergegas meraih selang angin dan
mengisi kedua bang motor yang mengempes itu, aku tahu kalau orang itu pasti sedang
menguji sipuntung dengan mengempiskan ke dua ban motornya. Tapi ya aku salut
dengan cara yang di bagikan oleh pengedara itu. Si paruh baya itu menarik Rupiah
dari kantongnya selembar uang lima ribu, sipuntung berusaha mencari uang
kembalianny di selah-selah tas kecilnya yang terikat di pinggannya berinisiatif
untuk mengembalikan sisanya, tapi dengan senyum si pria paruh baya itu berkata
tidak usah ada kembalian semua itu untukmu. Lalu sipuntung mengucapkan terima
kasih. Si pria paruh baya pun berlalu meninggalkan si puntung. Hingga megah
merah berubah menjadi hitam tak ada juga orang melepaskan iba selain si pria
paruh baya tadi, mataku mulai berkaca-kaca menyaksikan semua yang ada di
hadapanku ini, walau kakinya puntung tapi semangatnya mengalir begitu kuat
bagai derasnya air dalam banjir, luapannya begitu dahsyat dan sabarnya begitu
tabah dalam keikhlasannya menjalani kekurangannya, tiada putus asa, harapan dan
tekadnya tetap teguh mengais rezeki dalam halal, tak mengotori tangannya untuk
meminta-minta, mengemis mengharap pamrih
dari tangan-tangan yang berlimpah materi. Tapi si puntung mempercayakan kepada
kedua tangannya. bahwa kedua ototnya masih kuat untuk mendapatkan rezeki yang
halal.
Makassar
9 september